Kamis, 26 Januari 2012

Semiotika Foto Kampanye

ELECTION CHAMPAIGNE PHOTO SEMIOTICS
An Analisys of the  Election Champaign Photo at Kompas, February - March 2009

Kurnia Setiawan
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara

ABSTRAK
     Photography could be seen not as an image, but also as a ‘text’ (Graham Clarke). That’s why this research more deeply regarding with the content of the massages in the photos. This research uses Roland Barthes semiotic approach, especially in photography; studium and punctum Hopefully, this research can expand the perspective and develop the discourse in understanding photo as a visual communication. The research used the famous newspaper, Kompas in February - March 2009, on the issues about election campaign  in Indonesia.

PENDAHULUAN
     Fotografi memberikan warna tersendiri dalam tampilan sebuah berita. Kecenderungan manusia untuk melihat gambar, membuatnya lebih menarik perhatian dibandingkan teks tulisan. Menurut M. Dwi Marianto, melalui medium visual kontemporer seperti foto dan film, mereka dianggap mampu mereproduksi realitas dalam bentuk yang tidak termediasi dan terkesan tidak ada perbedaan antara image dan ‘realitas’ yang diwakilinya (Marianto, 2001; 258).
     Barthes dalam buku Camera Lucida mengatakan bahwa fotografi mempunyai kelebihan dibandingkan dengan film maupun televisi, ia adalah ingatan kolektif dunia. Ia mengabadikan sebuah peristiwa yang kemudian menjadi sebuah simbol sekaligus referensi yang tertancap di benak kita (Maksum, 2001; 2).
Pada pemilu tahun ini, foto - foto calon legislatif, pimpinan dan tokoh partai, bermunculan di ruang publik berusaha menarik perhatian masyarakat. Hal ini didukung dengan teknologi media cetak yang berkembang pesat dan banyaknya partai yang ikut serta dalam pemilu 2009. Hal ini menarik untuk diangkat karena pada saat itu terjadi pertarungan wacana di berbagai media yang begitu gencar dan beragam.   Setiap partai berlomba – lomba  menyajikan keunggulan partai atau calonnya menurut versinya masing – masing, tidak ada kecap yang nomor dua.
     Peristiwa pemilu 2009 banyak diangkat dengan berbagai versi, mulai dari analisis pesan kampanye, survey pra pemilu, sampai dengan spanduk – spanduk aneh para caleg.  Salah satu media yang dipakai sebagai sarana kampanye sejak dahulu sampai sekarang adalah melalui media massa (koran).  Melalui tulisan ini akan diangkat kampanye pemilu selama bulan Pebuari - Maret tahun 2009 dikoran Kompas. 
Kajian fotografi pada media massa meliputi nilai intrinsik fotografi itu sendiri (tekstual) dan juga secara kontekstual. Aspek kajian adalah kampanye dari partai Demokrat yang tampil pada media massa, Koran Kompas, Pebruari - Maret 2009.  Bagaimana partai Demokrat membahasakan kampanye mereka di media massa melalui bahasa visual (fotografi) ? Ada hal yang menarik dalam iklan – iklan partai Demokrat di Koran Kompas. Mereka memasang iklan paling sering dan mempunyai gaya/ pendekatan yang berbeda dari partai lain. Banyak partai umumnya memakai pendekatan ‘propaganda pas foto’; menampilkan tokoh partai berupa foto sebatas bahu dengan latar belakang bendera merah putih disertai logo/ lambang partai (Adityawan, 2009; 32).
     Bidang fotografi dan media massa mempunyai hubungan yang sangat erat dan dapat dikembangkan menjadi wacana penelitian ilmiah tersendiri. Penulisan  ini diharapkan dapat memperluas perspektif dalam memahami fotografi sebagai media komunikasi visual.
    Pendekatan memakai acuan semiotika Roland Barthes. Graham Clark dalam buku The Photograph mengatakan bahwa perlu disadari bahwa fotografi dapat dibaca bukan saja sebagai image, tetapi juga sebagai text (Clarke, 1997; 27). Foto bukan hanya merupakan cerminan dari realitas semata, melainkan terkandung di dalamnya sebuah pesan, yang di dalamnya terkandung suatu kode, nilai – nilai, kepercayaan, yang merupakan bagian dari kebudayaan secara keseluruhan dan hal itu dapat dibahas dalam sebuah diskursus mengenai fotografi.
     Barthes mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system) dari Saussure, antara petanda (signified) dan penanda (signifier). Ia membuat sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun  di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya yang kemudian disebut konotatif. Adapun sistem penandaan tataran pertama disebut denotatif (Kurniawan, 2001; 30).
     Dalam gambar atau foto, pesan denotasi adalah pesan yang disampaikan secara keseluruhan dan pesan konotasi adalah pesan yang disampaikan oleh unsur – unsur gambar. Denotasi dalam hal ini disebut juga analogon atau pesan tanpa kode, yaitu pesan yang sampai pada pada pengamat tanpa harus melakukan penafsiran. Pengamat melihat foto dan mengakuinya sebagai kenyataan (Sunardi, 2002; 160 - 161). Barthes menambahkan istilah studium, yaitu kesan keseluruhan, berkaitan dengan perasaan, kesan seorang pengamat dalam mengamati suatu karya foto yang tampil dalam bentuk kode – kode tertentu yang harus ditafsirkan dan kedua adalah punctum, yaitu detil kecil yang mencolok, sesuatu yang bersifat paradoks (Barthes, 2000; 26). Punctum bukan hanya menampilkan suatu detil atau  ‘bentuk’ tetapi juga suatu intensitas, menekankan sesuatu yang menjadi representasinya berkaitan dengan dimensi waktu.
     Pendekatan semiotic mempunyai kelemahan karena sebagai alat analisis tidak ada validitas yang dapat secara definitif penemuan yang diungkapkan dalam penelitian. Dalam semiotik seseorang berhak menafsirkan sesuatu sesuai pendapatnya sendiri yang tentunya harus didukung dengan dasar argumentasi dan penalaran yang logis. Sedangkan kelebihan dari metode semiotic adalah kemampuannya dalam membongkar tanda yang dipakai untuk memahami secara kritis mitos yang terselubung serta ideologi yang dipakai oleh suatu sistem penandaan. Hal tersebut didasari pemahaman bahwa setiap tanda mengandung banyak makna/ polisemi (Adityawan, 2008; 12 – 13).
     Penulisan ini menggunakan data, berupa foto – foto reproduksi dari Koran Kompas bulan Pebuari - Maret 2009.  Pembahasan foto difokuskan beberapa tampilan iklan berukuran 1 halaman (full page) dari kampanye partai Demokrat, mengingat mereka yang paling banyak memasang iklan di Kompas pada periode waktu tersebut. Selama bulan Pebuari – Maret 2009 untuk iklan 1 halaman, partai Demokrat memasang 6 iklan, partai Golkar 3 iklan, dan partai Gerindra 2 iklan. Ada juga partai – partai lain yang beriklan, tetapi hanya dengan ukuran kurang dari 1 halaman.

PEMBAHASAN
Gambar 2. Repro Foto. Iklan Kompas, 2 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di koran Kompas, 2 Maret 2009 bertema anti korupsi.  Di bagian atas ditampilkan Bapak SBY yang sedang melambaikan tangan, tersenyum dan berkata/ berteriak “Katakakan Tidak pada korupsi” (headline, ada teks yang dimuat dalam bidang elips/ balloon) dengan latar bendera merah putih. Pada bagian bawah, ditampilkan berbagai tokoh/ orang muda (7 orang) yang mendukung pernyataan tersebut dengan gaya populer; foto medium close up dengan gesture telapak tangan terbuka (seolah menolak), ekspresi berteriak/ berkata tegas ditambah teks “TIDAK”, dengan latar belakang warna warni.
Punctum
     Hal yang tampak janggal adalah tampilan foto SBY dengan teks “Katakakan Tidak pada korupsi”. Ada yang kurang sinkron, yaitu pesan yang berisi seruan dipadukan dengan foto SBY yang tampak kalem dan ramah, seolah dipaksakan. Berbeda dengan foto – foto orang muda di bagian bawah yang ditampilkan dengan ekspresif dan dinamis.
     Apabila dikaji lebih mendalam dalam aspek pemilihan model, perlu dipertimbangkan tampilnya putra SBY sebagai salah satu model pada iklan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan pemirsa. Apakah karena unsur rasa sayang orang tua kepada anak (ingin anaknya tampil) atau malahan memang sengaja ingin mempromosikan/ mengangkat figur anaknya ? Hal ini dapat pula ditafsirkan lain dalam konteks ideologi KKN; Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia. Bahwa SBY-pun mempunyai kecenderungan untuk memperioritaskan keluarganya berkaitan dengan kebijakan/ keputusan yang dipilih. Kecuali pemilihan figur tersebut karena pertimbangan obyektif, dianggap mempunyai reputasi dan kredibilitas publik yang baik sehingga akan mendukung kampanye yang dilakukan.

Gambar 5. Repro Foto. Iklan Kompas, 19 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di Koran Kompas, 18 Maret 2009 bertema tentang nasionalisme. Gambar utama adalah bendera merah putih yang dengan dipasang / ditegakkan untuk dikibarkan oleh sekelompok orang di atas bukit/ gundukan tanah, ditampilkan dalam bentuk siluet. Headline “Bersama Partai Demokrat dan SBY Indonesia semakin bersatu, aman, damai, dan sejahtera. Gambar dilengkapi caption dibawahnya “Kader Partai Demokrat terus berjuang menegakkan kedaulatan dengan menjaga keutuhan NKRI”. Foto SBY muncul di pojok kanan iklan yang membuat simbol segitiga dengan jari tangannya dengan latar belakang bendera merah putih.
Punctum
     Tampilan visual siluet sekelompok orang di atas bukit menegakkan bendera sangat mirip dengan pose para prajurit Amerika yang sedang menegakkan bendera Amerika di gunung Suribachi, Jepang. Foto tersebut sangat terkenal dan menjadi icon kemenangan Amerika atas Jepang. Bahkan sudah difilmkan tahun 2008 dengan sutradara Clint Eastwood, berjudul “Flag of Our Father” yang menceritakan kisah dibalik foto tekenal tersebut.
     Iklan tersebut tampil secara estetis dengan tata layout yang rapih dan visual yang kuat. Adapun kejanggalannya adalah pada pemilihan visual tersebut, terutama dengan mempertimbangkan sentiment anti Amerika (asing/ barat), yang kemudian semakin meruncing dengan isu anti neoliberal. Mengapa visual tersebut dipilih dari sekian banyak kemungkinan ? Apakah hanya mempertimbangkan aspek estetis dan kecocokan tema tanpa mempertimbangkan konteks sosial budaya ? Belum lagi dari segi kreativitas dapat saja dituduh sebagai peniruan/ tidak orisinil.

Gambar 6. Repro Foto. Iklan Kompas, 23 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di Koran Kompas, 23 Maret 2009 bertema Partai Demokrat, Partainya Kawula Muda “Mari Kita Dukung Terus”. Iklan ditampilkan dengan nuansa biru, ada 4 orang anak muda, 2 wanita dan 2 pria di dalam mobil warna biru dengan atap terbuka yang saling berhadapan – berbicara (ada teks dalam ellips/ balloon) dengan posisi tangan di atas membentuk simbol segitga dengan jari. Latar belakang gedung – gedung perkantoran dan ada billboard iklan Partai Demokrat dengan gambar SBY sedang melambaikan tangan dan tulisan Mari Kita Dukung Terus. Di pojok kanan atas iklan ada foto SBY yang membuat simbol segitiga dengan jari tangannya dengan latar belakang bendera merah putih.
Punctum
     Hal yang agak mengganggu adalah posisi model yang blocking (sebagian oyek tertutupi), mungkin karena pilihan lokasi  di dalam mobil dengan ruang terbatas. Pose model dengan jari membentuk segitiga terkesan artifisal bagi anak muda, tetapi hal yang perlu dikaji lebih mendalam adalah pemilihan model dan setting. Mengapa ditampilkan anak muda di mobil atap terbuka di dengan latar gedung perkantoran ? Apakah memang untuk menampilkan kawula muda golongan menengah atas atau karena unsur ketidaksengajaan. Perlu dicermati khalayak sasaran orang muda yang dibidik oleh Partai Demokrat, kerena persepsi yang muncul melalui iklan ini adalah Partai Demokrat, partainya kawula muda (anak orang kaya dan gaul).

PENUTUP
     Fotografi adalah semiotika konotatif menurut Barthes. Fotografer  memilih dan melakukan seleksi dalam merekam suatu peristiwa yang terjadi dari berbagai kemungkinan yang ada. Begitu pula dilakukan oleh desainer dalam menampilkan pesan melalui media. Adapun pemirsa mempunyai kebebasan untuk mengintepretasikan/ menafsir suatu pesan berdasarkan subyektifitasnya masing –masing.
     Berdasarkan hasil analisis beberapa iklan kampanye politik partai Demokrat di surat kabar Kompas pada bulan Pebuari – Maret 2009, dapat diperoleh beberapa kesimpulan :
1.    Fotografi selain merupakan media representasi realitas dapat pula dibaca sebagai teks yang dapat diuraikan lebih lanjut meliputi makna dan konteksnya.
2.    Iklan – iklan kampanye partai Demokrat ditampilkan dengan desain yang estetis dan tematik (mis. stop korupsi, nasionalis, kawula muda), tetapi ada kekurangan dalam hal pengolahan isi (content); pemilihan pose/ model/ setting.
3.    Figur SBY identik dengan partai Demokrat. Semua iklan Partai Demokrat pasti ada foto SBY di dalamnya, bahkan sampai tertulis secara eksplisit “Partai Demokrat, Partainya SBY”.
Saran 
1.    Perlu lebih jeli dalam memahami konteks yang sangat relevan dengan pemilihan obyek, pose/ pemilihan model, setting foto (tampilan visual) iklan – iklan tersebut. Ketidaktepatan pemilihan tampilan visual, dapat menyebabkan bias ataupun keliru persepsi dengan tujuan awal iklan tersebut dibuat.
2.    Pemilihan foto SBY dalam berbagai pose/ angle perlu lebih cermat, agar tampil dengan pas, tidak terjadi pengulangan berlebihan, dan menghindari ketidak sinkronan dengan tema yang ditampilan.

DAFTAR PUSTAKA
Adityawan, Arief. Propaganda Pemimpon Politik Indonesia; Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto.
               Jakarta : LP3ES,2008.
Adityawan, Arief. “Design and Propaganda.” Concept, edisi 28, 2009
Barthes, Roland. Camera Lucida. trans. Richard Howard. London: intage, 2000.
Barthes, Roland. Membedah Mitos – Mitos Budaya Massa; Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan
              Representasi, Yogyakarta : Jalasutra, 2007.
Clarke, Graham. The Photograph. New York: Oxford University Press, 1997.
Maksum, Zargoni dan Arief Sunarya. ” Menguak Belantara Foto Jurnalistik.” Fantasma, edisi III, Mei 2001.
Marianto, M. Dwi. ”Medium – medum Visual Kaitannya dengan Visual Literacy.” Jurnal Seni VIII/03.
              Yogyakarta.
Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Yogyakarta: Indonesia Tera. 2000.
Soedarsono, R.M. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Yogyakarta: Masyarakat Seni
              Pertunjukan Indonesia, 2000.
Sunardi, ST. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, 2002.


Gambaran Identitas Diri dan Makna Hidup Etnis Tionghoa dalam Karya dan Prestasi

GAMBARAN IDENTITAS DIRI DAN MAKNA HIDUP ETNIS TIONGHOA DALAM KARYA DAN PRESTASI

Tim Peneliti 
Pusat Kajian Budaya Tionghoa (PKBT) , Lembaga Penelitian dan Publikasi Ilmiah (LPPI) Universitas Tarumanagara
Kurnia Setiawan, S.Sn., M.Hum, FSRD, Program Studi DKV
Dra. Ninawati, M.M, Fakultas Psikologi
Meiske Yunithree Suparman, M.Psi., Psi., Fakultas Psikologi
Tim Pengumpulan data :
William Budyana, mahasiswa FSRD
Suwito, mahasiswa Fikom
Tahun Penelitian 2010

LATAR BELAKANG
    Setiap individu dilahirkan di dunia dengan ciri-ciri tertentu yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut menunjukkan identitas diri pada masing-masing individu. Identitas diri mengacu pada pengakuan diri seseorang sebagai seorang pribadi. Erikson (1989) menerangkan bahwa ”menjadi seseorang” sekaligus juga berarti bahwa orang lain dan masyarakatnya mengakuinya sebagai ”seorang pribadi”, berarti dia memiliki satu peran yang jelas dan berarti dalam masyarakat yang diakui dan dihargai oleh orang lain dan masyarakat. Dengan demikian menjadi jelaslah ketika individu ingin memberikan dan menunjukkan perannya dalam kehidupan yang dilakukannya. Peranan individu dalam masyarakat seringkali bukan hanya peran yang besar dan ditampilkan dalam media masa secara jelas, namun banyak peran lain yang dianggap berguna dan berjasa bagi masyarakatnya dapat menunjukkan orientasi hidup dari individu bersangkutan. Orientasi hidup yang dijalankan individu menunjukkan arti dan makna dari kehidupan yang dijalankannya.
    Perubahan yang memengaruhi individu dapat pula terjadi karena perubahan lingkungan seperti perubahan sosial budaya, politik atau sistem pemerintahan. Sejak tumbangnya Orde Baru tahun 1998, maka berbagai kesempatan menjadi lebih terbuka bagi etnis Tionghoa untuk diakui keberadaannya, baik dalam bentuk kegiatan sosial, budaya, maupun politik, maka berbagai peranan mereka dalam kehidupan masyarakat juga dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peranan etnis Tionghoa dalam masyarakat Indonesia menunjukkan identitas diri sebagai keturuan Tionghoa yang diakui. Peranan mereka dapat dilihat dari berbagai prestasi dan karya yang langsung dapat dinikmati masyarakat sekitarnya.

TUJUAN
     Individu adalah makhluk yang tidak memiliki suatu struktur kepribadian atau watak tetap yang sejak mula untuk selama-lamanya ditetapkan. Selalu terdapat kesempatan baik untuk berkembang dan berubah terus serta untuk menjadi semakin matang (Erikson, 1989). Lebih lanjut Erikson menerangkan bahwa perkembangan adalah proses evolusioner yang berdasarkan pada sejumlah peristiwa biologis, psikologis dan sosial yang dapat ditetapkan sercara universal dan baru memperoleh tempat dan makna di dalam suatu tahap tertentu.
     Penghayatan tentang makna hidup akan berbeda pada setiap individu. Bahkan kegiatan dan peran yang dilakukannya pun akan berbeda-beda. Frankl (1984/2004) mengatakan setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Setiap manusia tidak peduli siapapun dan sebagai apapun dia, pada satu titik pasti akan mempertanyakan apa arti dan makna dari kehidupan yang dijalaninya. Pencarian makna inilah yang menjadi pusat dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna dalam hidup ini merupakan kekuatan motivasional yang mendasar dalam diri manusia.
    Mengacu pada pengalaman individu dalam peranan dan prestasi/ karya yang diakui oleh  masyarakat, muncullah pertanyaan bagaimana peranan identitas diri dan penghayatan makna hidup pada etnis Tionghoa yang dinilai dan diakui oleh masyarakatnya? Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia adalah etnis terbesar sebagai etnis pendatang di Indonesia. Keberadaannya telah diperhitungkan dan diikutsertakan dalam berbagai kegiatan masyarakat Inodnesia secara keseluruhan. Keterlibatan etnis Tionghoa dapat dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial, seni, olah raga. Terlebih lagi setelah tumbangnya era Orde Baru tahun 1998.

URGENSI PENELITIAN
     Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beranekaragam corak kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsanya secara horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi, teknologi, dan organisasi sosial-politiknya. Tanpa disadari oleh banyak orang Indonesia, sebenarnya dalam masyarakat Indonesia terdapat golongan dominan dan minoritas, Sebagaimana yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap mereka dalam berbagai interaksi baik interaksi secara individual maupun secara kategorikal baik pada tingkat nasional (seperti posisi etnis tionghoa yang minoritas dibandingkan dengan pribumi) maupun pada tingkat masyarakat lokal, seperti posisi orang Sakai yang minoritas dibandingkan dengan posisi orang Melayu yang dominan di Riau (Suparlan, 2001).
     Interaksi yang terjadi antara dua etnis yang berbeda budaya dapat menimbulkan konflik, namun tidak jarang pula justru terjalin baik karena peranan yang berarti bagi masyarakat sekitarnya. Peranan apa saja yang kiranya dapat dijalankan oleh etnis Tionghoa yang minoritas, dan ternyata diterima diakui sebagai prestasi/ karya di lingkungan masyarakat sekitarnya? Bagaimana pendapat individu yang melakukan peranan tersebut? Apakah semua perilaku yang dijalankannya terkait dengan pengembangan identitas diri dan pemaknaan hidup mereka sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang ingin dijawab dalam penelitian ini.

STUDI PUSTAKA
     Makna hidup merupakan bagian dari kenyataan hidup, maka makna hidup dapat berubah-ubah dari suatu kejadian ke kejadian lain. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun tetapi hanya dapat dipenuhi jika dicari dan ditemukan oleh diri sendiri (Frankl, 2000). Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup (Bastaman, 2007). Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kahidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan.
     Frankl (1984/2004) mengatakan setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Setiap manusia tidak peduli siapapun dan sebagai apapun dia, pada satu titik pasti akan mempertanyakan apa arti dan makna dari kehidupan yang dijalaninya. Pencarian makna inilah yang menjadi pusat dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna dalam hidup ini merupakan kekuatan motivasional yang mendasar dalam diri manusia, Frankl juga menambahkan bahwa hal inilah yang membuat seseorang dapat bertahan dari penderitaan hidupnya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang bermakna.

METODE PENELITIAN
Desain dan subyek penelitian
     Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan melibatkan beberapa orang subyek penelitian sebagai informan kunci. Subyek penelitian yang bertindak sebagai partisipan dipilih dengan metode criterion sampling, yaitu subyek yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu subyek yang dinilai memiliki prestasi/ karya dalam lingkungannya. Berdasarkan usia ditentukan subyek berusia 20-40 tahun (dalam perkembangan dewasa awal).
Setting dan Instrumen Penelitian    
      Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Instrumen penelitian yang digunakan adalah: alat perekam gambar, alat perekam suara, peralatan tulis, dan keperluan pelengkapnya. Adapun untuk pertanyaan yang diajukan kepada subyek  disusun pedoman wawancara untuk proses wawancara mendalam (in depth interview).
 Analisis Data
     Analisis data dilakukan dengan verbatim transkripsi untuk hasil penelitian yang dilakukan dengan in depth interview. Hasil verbatim transkripsi ini kemudian dibuatkan analisis dan refleksi pada masing-masing subyek.
Gambaran dan Data Subyek       
Ignatius Haryanto; Bidang Pers; Salah satu pendiri, Direktur LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), Peneliti, trainer, dan  staf pengajar bidang jurnalisitk

Surya Tjandra; Bidang Perburuhan; Salah satu pendiri, Direktur TURC (Trade Union Right Centre)Kandidat Doctor bidang perburuhan Leiden University, Nederland

Christoper Nugroho; Politik (legislatif); Staf Ahli Fraksi Partai Demokrat di DPR anggota pengurus partai Demokrat

Handjaya; Bidang Politik (partai); Profesional di bidang engineering dan anggota
Departemen Hubungan International PDIP, Ketua Bidang Luar Negeri Taruna Merah
Putih   
               
Intan (Hunk); Bidang Keadilan Gender;  Salah satu pendiri, Koordinator KAIL, (Kuncup Padang Ilalang); kelompok pendukung kerja-kerja  aktivis,”creating conducive environment for society transformation”

Chen – Chen; Bidang Seni – Budaya; Penari, anggota KIPAS (Kelompok Insan Permerhati Seni); kelompok kesenian yang menyuarakan hak asasi manusia (HAM)

Sofie; Bidang Pendidikan; Ibu rumah tangga, pengurus program beasiswa Pelangi dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI)

Sunni; Bidang Penelitian; Peneliti CSIS (Centre for Strategic and International Studies)Kandidat Doctor of Political ScienceNorthern Illinois University, USA

KESIMPULAN   
     Berdasarkan hasil penelitian, semua partisipan mengalami diskriminasi secara langsung maupun tidak langsung. Semua menyadari identitas mereka sebagai etnis Tionghoa, melalui pengalaman mereka dalam keluarga maupun dibentuk oleh sikap masyarakat kepada mereka, termasuk adanya berbagai aturan/ kebijakan pemerintah yang diskriminatif. Meskipun begitu mereka tetap bersikap positif dan merasa memiliki serta menjadi bagian dari bangsa Indonesia melalui kontribusi mereka di berbagai bidang.
    Para partisipan memilih untuk berperan menembus streotipe etnis Tionghoa yang selama ini dikenal, biasa bergerak di jalur bisnis/berdagang/pengusaha. Perlakukan buruk ataupun sikap diskriminasi yang dialami tidak menyurutkan motivasi mereka untuk berperan memilih terjun di bidang tertentu, karena mereka mempunyai cara pandang (melalui pengetahuan/pengalaman) yang membuat membuat mereka terinspirasi dan termotivasi untuk memilih bidang yang mereka geluti.  Mereka mempunyai kesamaan dalam hal semangat untuk berkarya dengan sepenuh hati di bidangnya masing-masing dan memperoleh pengakuan bagi diri mereka maupun dari masyarakat. 
     Interaksi dengan berbagai orang/kelompok melalui keterlibatan mereka mengikis kecurigaaan dan memperoleh penerimaan dari berbagai pihak. Sikap dan perilaku mereka dilandasai pemahaman bahwa semua orang sederajat dan mereka mempunyai kesadaran akan makna hidup yang transenden melampaui diri sendiri, yaitu memberi bagi sesama.

Saran
     Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar penelitian dilanjutkan dengan penelitian dengan partisipan dengan kelompok usia berbeda ataupun dengan memilih lokasi yang berbeda.Koordinasi dan jaringan orang muda/ kelompok Tionghoa yang saat ini ada perlu tetap dijalankan, termasuk dengan memperluas kerjasama dengan berbagai kelompok lain sehingga muncul keterlibatan aktif antar invidu maupun organisasi guna menciptakan Indonesia yang multikultur.
    Kepada para subyek  yang terlibat dalam penelitian agar meneruskan karya mereka sebagai wujud kontribusi konkrit kepada masyarakat di bidang masing-masing, melepas sekat-sekat diskriminasi untuk bersama-sama mengembangkan Indonesia yang lebih baik. Melalui diri mereka didapatkan pembelajaran bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan/buruk tidak menjadi hambatan untuk berkarya dan proses pengembangan diri perlu dilakukan untuk berani memilih jalan hidup berdasarkan nilai–nilai yang diyakini dan mau berbagi untuk sesamanya.

DAFTAR PUSTAKA
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan
           meraih hidup bermakna. Jakarta: Grafindo Persana.
Frankl, V.E. (1984). Man’s search for meaning. New York: Pocket Books.
Gunarsa, S.D (2000). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Izzo, J. (2008). Temukan lima rahasia sebelum mati. (Arif Subiyanto, penerj). Jakarta:
           Cahaya Insan Suci.
Safaria, T. (2008). Perbedaan tingkat kebermaknaan hidup antara kelompok pengguna
            NAPZA dengan kelompok non-pengguna NAPZA. Humanitas, 5 (1), 67-79.
Steger, M.F., Frazier, P., Oishi, S. & Kaler, M. (2006). The meaning of life
           questionnaire: Assesing the presence and search for meaning of life. Journal of
           Counseling Psychology, 53 (1). 80-93.
Suparlan (2001). Kesukubangsaan dan posisi orang Cina dalam masyarakat majemuk Indonesia. Jurnal 
           Antropologi Indonesia vol 23 no 58, hlm 13-20.
Suryadinata, L. (2003). Etnik Tionghoa, pribumi Indonesia dan kemajemukan: Peran negara, sejarah dan
           budaya dalam hubungan antaretnis. Jurnal Antropologi Universitas Indonesia
Susetyo, B.DP. (2002). Krisis identitas Cina di Indonesia. Psikodimensia no 2 vol 1 th 2001/2002
Wallace, W.A. (1993). Theories of personality: A basic issues approach. New York:
           Allyn & Bacon




Self identity as Chinese Indonesian and Positive Life Attitudes

Self identity as Chinese Indonesian and Positive Life Attitudes 
(Poster session; The Second International Conference of Indigeneous & Cultural Psychology, Denpasar, Bali - Indonesia, 21, 22, 23 December, 2011)


Kurnia Setiawan, S. Sn., M. Hum
Dra. Ninawati, MM

     Each individual is born with specific traits that make him a unique one. These traits show the self identity of each individual. Self identity refers to the self acknowledgment  being  someone. It is also self identity that makes someone being treated specially or being discriminated. In Indonesia, the Chinese Indonesians often get discrimination from others, who are non Chinese Indonesians. This research is about the Chinese Indonesians who regardless being discriminated they still want to do something meaningful and develop this country, carrying their identity as Chinese Indonesian. They deal with many areas of interests, including social and politics.  The research design is qualitative. The method used was in-depth interview. The subjects were chosen by purposive sampling methods, with 8 total subjects, aged 20-40 years old. The result of this research shows that all subjects had experienced being discriminated, directly or indirectly. Nevertheless, they still show the spirit of life and have positive life attitudes.

Keywords: self identity, positive life attitudes, Chinese Indonesian


PENDAHULUAN
Terbukanya kesempatan secara luas untuk etnis Tionghoa, maka berbagai peranan mereka dalam kehidupan masyarakat juga dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, menjadi wajarlah jika individu akan mengembangkan identitas dirinya melalui peranan yang berarti dalam masyarakat. Mengacu pada pengalaman individu dalam peranan dan prestasi yang diakui oleh  masyarakat, muncullah pertanyaan bagaimana pengembangan identitas diri pada etnis Tionghoa? Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia adalah etnis terbesar sebagai etnis pendatang di Indonesia. Keberadaannya telah diperhitungkan dan diikutsertakan dalam berbagai kegiatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Keterlibatan etnis Tionghoa dapat dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial, seni, olah raga.

KAJIAN TEORI
     Dalam teori-teori personality dikenal  learning theories. Salah satunya adalah social cognitive theory dari Bandura (dikutip dalam Feist & Feist, 2006). Ada beberapa asumsi dasar dalam teori ini. Pertama, ciri individu yang menonjol adalah plastisitas (plasticity). Dengan plastisitas ini manusia mampu belajar fleksibilitas dalam situasi yang berbeda-beda. Asusmsi kedua melalui triadic reciprocal causation model (perilaku, lingkungan dan  faktor personal), individu memperoleh kemampuan untuk membentuk dunianya. Melalui cara-cara yang relatif konsisten individu mengevaluasi lingkungan sosial dan budayanya. Ketiga, manusia mampu melakukan kontrol atas lingkungan dan kualitas hidup mereka. Keempat, manusia mengatur perilakunya melalui faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah lingkungan fisik dan sosial, sementara faktor internal adalah evaluasi diri, penilaian-penilaian dan reaksi-diri. Kelima, ketika individu ada dalam situasi ambiguitas moral maka biasanya akan diikuti oleh aneka penyesuaian. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa identitas diri (personality) individu adalah “sesuatu” yang secara aktif terbentuk dalam diri individu (yang memiliki plastisitas dan berharap beroleh reward) dalam model relasi ”triadic” itu (perilaku, lingkungan dan faktor personal).
     Etnis Tionghoa dapat didefinisikan sebagai anggota etnis berdarah/keturunan Cina yang lahir di Indonesia. Sehubungan dengan ”triadic” dari model yang dikemukakan oleh Bandura (dikutip dalam Feist & Feist, 2006), lebih lanjut Dawis (2010) menunjuk relasi yang kompleks jika menyangkut identitas diri atau jati diri etnis Tionghoa, terutama menyoroti ”lingkungan” (salah satu dari ”triadic” itu).
     Menurut Maslow (dalam Kotler & Keller, 2009), semua orang termotivasi oleh apa yang disebut sebagai “basic need”. Maslow membagi need itu dalam 5 tingkatan. Paling rendah adalah physiological need, meliputi kebutuhan akan makanan, minuman, oksigen. Setelah physiological ini terpenuhi, seseorang akan termotivasi untuk need yang lebih tinggi, yakni safety need, meliputi kebutuhan keamanan fisik, stabiltas, bebas dari perang, teror, sakit. Setelah itu, love and belongingness, meliputi kebutuhan untuk berteman, menikah dan punya anak, menjadi bagian dari keluarga, tetangga, atau bahkan bangsa. Need yang lebih tinggi dari ”love and belongingness” adalah esteem needs. Maslow membedakan kebutuhan ini dalam 2 kategori, yakni reputasi dan self esteem. Reputasi terkait dengan prestige, pengakuan (recognation), dan anggapan orang lain atas apa yang dicapai seseorang. Self esteem lebih bersifat keinginan untuk mencapai sesuatu dengan lebih sempurna lagi. Misalnya, ke”master”an (menjadi master), menjadi lebih kompetens, menjadi lebih percaya diri, independent, dan bebas. Sementara need yang tertinggi adalah apa yang dikenal sebagai “self actualization”. Ini meliputi self-fulfillment (rasa keterpenuhan diri), realisasi dari semua potensi yg dimiliki seseorang. Jika need ini dirasakan terpenuhi, maka seseorang akan “enjoy” dengan dirinya. Bahkan, menurut Maslow, dengan self actualization ini merasa terpenuhi, maka dengan sendirinya “self esteem” akan terpelihara.
     Berdasarkan apa yang dikemukakan Maslow di atas, maka “prestasi” adalah sesuatu yang berkaitan dengan esteem needs dan self actualization need. (Apalagi) Maslow juga menyatakan, bahwa selain need (yang hirarkial itu), masih ada juga “need” yang lain, yakni aesthetic, cognitive and neurotic needs. Aesthetics terkait dengan kebutuhan yang terkait dengan seni (keindahan). Cogitive terkait dengan keingintahuan. Ini terkait dengan kesehatan jiwa seseorang.

METODE PENELITIAN
     Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan melibatkan delapan orang subyek penelitian. Subyek penelitian yang bertindak sebagai partisipan dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu subyek yang dinilai memiliki prestasi dalam lingkungannya. Berdasarkan usia ditentukan subyek berusia 20-40 tahun (dalam perkembangan dewasa awal).
      Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Instrumen penelitian yang digunakan adalah: alat perekam gambar, alat perekam suara, peralatan tulis, dan keperluan pelengkapnya. Analisis data dilakukan dengan verbatim transkripsi untuk hasil penelitian yang dilakukan dengan in depth interview. Hasil verbatim transkripsi ini kemudian dibuatkan analisis dan refleksi pada masing-masing subyek.

HASIL PENELITIAN
     Pengalaman yang tidak menyenangkan dan pengalaman yang menyenangkan (berkesan) dalam kehidupan mereka sedikit atau banyak memengaruhi kondisi mereka saat berkarya. Semua subyek mempunyai pengalaman tidak menyenangkan sebagai seorang warga keturunan Tionghoa. Pengalaman tersebut ada yang terjadi pada masa kanak-kanak dan ada juga pada masa remaja.
    Pengalaman akan diterima dan masuk ke dalam memori ketika penglaman itu dianggap istimewa baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Biasanya pengalaman yang menyenangkan jika dibandingkan dengan pengalaman tidak menyenangkan, maka pengalaman tidak menyenangkan lebih membekas. Gambaran ini terlihat jelas dari tanggapan semua subyek yang terkesan memebrikan jawaban pendek-pendek saja. Subyek 1 mengungkapkan pengelaman menyenangkan:  “selama ikut organisasi PMKRI”. Sementara itu pada subyek 2, pengalaman menyenangkan terjadi karena bertemu dengan banyak orang. Pengalaman subyek 3 adalah: “Kalau ada teman yang menerima saya, saya tak perlu merasa didiskriminasi”. Subyek 4 mempunyai pengalaman ketika terlibat di jaringan mitra perempuan (JMP). Sementara itu subyek 5, 6, 7 dan 8 memperoleh pengalaman yang menyenangkan ketika menampuh pendidikannya, walaupun pada subyek 8 justru diperolehnya ketika sekolah di luar negeri.
     Pengalaman dalam kehidupan bermasyarakat tentunya akan membentuk diri seseorang. Pengalaman bersosialisasi inilah yang diungkapkan oleh para subyek, baik di lingkungan tempat tinggal yang membaur dengan masyarakat pribumi maupun ketika bersekolah dengan mayoritas pribumi. Pengalaman agak berbeda terjadi pada subyek 8 yang selama berada di Indonesia merasa lingkungannya adalah masyarakat Tionghoa, tetapi setelah sekolah di Amerika baru bergaul dengan masyarakat Inodnesia pribumi.
     Motivasi setiap orang ketika terlibat dalam kegiatan akan berbeda-beda. Subyek 1 merasa motivasi berkembang dari waktu ke waktu. Subyek 2 merasa adanya tantangan dari ligkungan politik yang digelutinya. Subyek 3 merasakan adanya penerimaan dari orang lain. Subyek 4 dan subyek 5 menemukan motivasinya ketika kuliah. Subyek 6, 7 dan 8 menemukan motivasi karena melihat ketidakadilan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya.


PENUTUP
Simpulan
    Berdasarkan hasil penelitian, semua partisipan mengalami diskriminasi secara langsung maupun tidak langsung. Semua menyadari identitas mereka sebagai etnis Tionghoa, melalui pengalaman mereka dalam keluarga maupun dibentuk oleh sikap masyarakat kepada mereka. Meskipun begitu mereka tetap bersikap positif dan merasa memiliki serta menjadi bagian dari bangsa Indonesia melalui kontribusi mereka di berbagai bidang.
    Para partisipan memilih untuk berperan menembus streotipe etnis Tionghoa yang selama ini dikenal, biasa bergerak di jalur bisnis/berdagang/pengusaha. Perlakukan buruk ataupun sikap diskriminasi yang dialami tidak menyurutkan motivasi mereka untuk berperan memilih terjun di bidang tertentu. Mereka mempunyai kesamaan dalam hal semangat untuk berkarya dengan sepenuh hati di bidangnya masing-masing dan memperoleh pengakuan bagi diri mereka maupun dari masyarakat. 
Interaksi dengan berbagai orang/kelompok melalui keterlibatan mereka mengikis kecurigaaan dan memperoleh penerimaan dari berbagai pihak. Sikap dan perilaku mereka dilandasai pemahaman bahwa semua orang sederajat dan mereka mempunyai kesadaran identitas diri yang berbeda dengan lingkunganya tetapi mereka ada menjadi bagian dari masyarakat tersebut.
Diskusi
     Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beranekaragam corak kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsanya secara horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi, teknologi, dan organisasi sosial-politiknya. Tanpa disadari oleh banyak orang Indonesia, sebenarnya dalam masyarakat Indonesia terdapat golongan dominan dan minoritas. Etnis Tionghoa adalah minoritas meskipun sebagai etnis terbesar di antara etnis pendatang di Indonesia. Interaksi yang terjadi antara dua etnis yang berbeda budaya dapat menimbulkan konflik, namun tidak jarang pula justru terjalin baik karena peranan yang berarti bagi masyarakat sekitarnya. Adapun untuk para partisipan penelitian, mereka telah berhasil menjalin komunikasi, kerjasaman dan berkarya nyata di bidangnya masing-masing. Mulai dari seorang ibu rumah tangga yang meluangkan waktunya untuk mengkoodinir beasiswa bagi anak-anak yang tidak mampu, penari, peneliti, sampai dengan direktur LSM perburuhan.
     Melalui aktivitas mereka, para partisipan memperoleh “self actualization”. Ini meliputi self-fulfillment (rasa keterpenuhan diri), realisasi dari semua potensi yang dimiliki seseorang. Menurut Maslow, dengan self actualization ini merasa terpenuhi, maka dengan sendirinya “self esteem” akan terpelihara. Para partisipan menyukai pekerjaan mereka dan mereka mempunyai prestasi yang dapat dibanggakan. “Prestasi” adalah sesuatu yang berkaitan dengan esteem needs dan self actualization need (Maslow).

Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar penelitian dilanjutkan dengan partisipan dari kelompok usia berbeda ataupun dengan memilih lokasi yang berbeda. Koordinasi dan jaringan orang muda/ kelompok Tionghoa yang saat ini ada perlu tetap dijalankan, termasuk dengan memperluas kerjasama dengan berbagai kelompok lain sehingga muncul keterlibatan aktif antar invidu maupun organisasi guna menciptakan Indonesia yang multikultur.
    Kepada para subyek  yang terlibat dalam penelitian agar meneruskan karya mereka sebagai wujud kontribusi konkrit kepada masyarakat di bidang masing-masing, melepas sekat-sekat diskriminasi untuk bersama-sama mengembangkan Indonesia yang lebih baik.
   
DAFTAR PUSTAKA
Dawis, A. (2010). Orang Indonesia Tionghoa mencari Identitas (Maria Elvire Sundah, penerj). Jakarta:
            Gramedia Pustaka Utama (Karya asli diterbitkan tahun 2009)
Feist, J. & Feist, G.J. (2006). Theories of Personality (6th ed.). New York: McGraw-Hill.
Gunarsa, S.D (2000). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Izzo, J. (2008). Temukan lima rahasia sebelum mati. (Arif Subiyanto, penerj). Jakarta:
           Cahaya Insan Suci.
Kotler, P. & Keller, K.L. (2009). Marketing management (13th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Suparlan (2001). Kesukubangsaan dan posisi orang Cina dalam masyarakat majemuk Indonesia. Jurnal
            Antropologi Indonesia vol 23 no 58, hlm 13-20.
Suryadinata, L. (2003). Etnik Tionghoa, pribumi Indonesia dan kemajemukan: Peran negara, sejarah dan
           budaya dalam hubungan antaretnis. Jurnal Antropologi Universitas Indonesia
Susetyo, B.DP. (2002). Krisis identitas Cina di Indonesia. Psikodimensia no 2 vol 1 th 2001/2002
Wallace, W.A. (1993). Theories of personality: A basic issues approach. New York:
           Allys & Bacon

Rabu, 25 Januari 2012

Don't Sweat the Future "Happiness"

Happines is a state of mind. 

Dua hal penting dalam interaksi; pengaruh negatif dan pengaruh positif

Daily spirituality” 
menjaga diri dalam kondisi stabil; arah positif, sehingga kehadiran kita diharapkan akan mempengaruhi lingkungan lebih positif.
Balance (hidup dalam keseimbangan).
A lot of source of happiness (tidak tergantung pada 1 hal, mencintai banyak hal)
Love & caring

Spiritual Higher Conscience (inner happiness); less expectation, detoucment history/ past
Manusia menyatu dgn Tuhan (melalui hati nurani, bukan dengan teori/ konsep, dll.)

1.    Lead your life from the heart (listening the inner voice, doing what you think important to do).
2.    Detouchment from the outcome
3.    Relation (non domination/ power, etc.)
4.    to see beauty – virtue everyplace. Beauty is the truth
5.    Sense the passion to live in presence


Everybody has something to live (soul print). Live your story. Each one of us has unique calling in this world.

Spirituallity;
    The way of action (God is doing it through you)
    Spiritual discipline (meditation, praying)
    The Love
    Intelectual understanding (how nature work)

Happiness ; “don’t be so seriously”



Summary, Don't Sweat the Future "Happiness". ks 08.2007

50 Buku Spiritual

“Carilah bulan di langit, bukan di kolam”
Kata – kata membantu mengungkapkan kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri.

Apa tujuan spiritualitas kalau bukan untuk mengubah hidup kita ?


SPIRITUALITAS PRAKTIS
(Gandhi) “Eksperimen dengan kebenaran”
Spiritualitas merupakan upaya setiap hari untuk berbelas kasih, hidup sesuai dengan prinsip – prinsip yang benar. Selalu waspada, melepas ego (sadar diri), kini dan di sini.

KEANEKARAGAMAN PENGALAMAN
(William James)
Bukanlah isi keyakinan seseorang, melainkan apakah keyakinan tersebut menyebabkan terjadinya transformasi pribadi dalam bentuk positif terhadap seseorang.
(CG Jung, Memories, Dreams and Reflections)
Gagasan tentang sinkronitas.
Alkemi sesungguhnya bukanlah mengubah besi menjadi emas, melainkan transformasi jiwa (kebangkitan).
Mimpi, fantasi, seni akan membuat hidup manusia menjadi multidimensi.
Bawah sadar dapat menjadi sumber kebijaksanaan.

MERUBAH PERSEPSI
(Fritjof Capra, Tao of Physic)
Cara Pandang Fisika Quantum :
Jagad raya sama, mata yang berbeda
Segala sesuatu adalah energi (materi sebagai medan energi)
Sifat dasar dunia fisik bukanlah sekumpulan obyek, melainkan jarring interaksi yang kompleks dalam gerakan yang konstan.
Sifat alam adalah selalu mengalir dan berubah
Alam semesta merupakan satu kesatuan yang utuh meski tampak terpisah – pisah (yinyang bukan berlawanan, tetapi saling melengkapi agar bisa eksis)

(Heisenberg)
Fiska kuantum menghancurkan objektivitas.
Yang kita amati bukanlah alam ini sendiri, melainkan alam yang dilihat berdasarkan metode pengamatan kita (bukan realitas sesungguhnya, tetapi merefleksikan bagaimana pikiran kita berkembang).

(Carlis Castenada, Journey to Ixllan)
Dunia yang kita anggap nyata adalah realitas buatan yang disepakati bersama; telah diprogram)
Setiap moment memiliki tujuan.
Suasana hati seorang (ksatria) tidak dipengaruhi lingkungan, selalu menyadari ada kematian tersembunyi di belakangnya, bersikap tegas, bertanggung jawab dalam tindakan.

(Krishnamurti, Think of these things)
Berhati – hati dengan mitos ras aman (membuat kolam kecil di pinggir sungai kehidupan)
Tujuan pendidikan adalah membantu mengidentifikansikan pekerjaan yang mereka cintai. Antusiasme terhadap pekerjaan adalah kunci sukses.
Pilihan menjadi teknisi atau pencipta (kreatif).

RELASI ILAHI DENGAN TUJUAN HIDUP
(Michael Newton, Journey of the Souls)
Jiwa tidak mati (hari – hati dengan ego dan lingkungan yang dapat membawa pada spiral kehancuran).
Tidak ada neraka, tetapi ada samsara
Tujuan hidup; aktualisasi identitas jiwa (intuisi membantu mencari ‘apa’ yang sesungguhnya diinginkan oleh jiwa kita).

EVOLUSI SPIRITUAL UMAT MANUSIA
(James Redfield, Celestine Prophecy)
Segala sesuatu saling berkaitan, peristiwa kebetulan mempunyai makna/pesan.
Segala sesuatu adalah energi;. Sumber; cinta
Kesadaran masa kini yang diperpanjang
Kesadaran peran – visi hidup kita

(Richard Maurice, Cosmic Consciousness)
Kesadaran kosmis; tentang hidup keteraturan alam semesta sejati, merasakan kesatuan dengan Tuhan; energi semesta. Hal ini akan membawa pda pemahaman kebenaran, menimbulkan kebahagiaan luar biasa (persepsi keliru dari kesadaran diri lenyap).
Hakekat alam semesta adalah “cinta”.
Kita semua merupakan bagian dari energi “kehidupan abadi”.


TANDA – TANDA DALAM JALAN SPIRITUAL
Pertama adalah “mengetahui” bahwa kehidupan akan berjalan secara lebih baik dan lebih penuh arti jika kita selaras dengan “kuasa yang tak terlihat”.
Kedua. Menerka tujuan hidup.
Pengalaman spiritual memberikan kesadaran bahwa karena kita mahluk ciptaan, maka pasti diciptakan untuk satu tujuan (dapat diketahui apabila kita menemui penemu-Nya).
Ketiga. Lenyapkan diri kecil.
Misi hidup; hiduplah sedemikian rupa untuk menunjukan bahwa kita bukanlaah ego.
Keempat. Hidup di waktu sekarang.
Waktu yang paling penting adalah sekarang
Orang yang paling penting adalah yang saat ini bersama kita.
Tindakan yang paling penting adalah membuat kebahagiaan di sekitar kita.
Kelima. Merasakan melampaui dualitas
Pengalaman akan keharmonisan alam semesta akan meningkatkan ketenangan (tidak terjebak dalam pikiran dikotomi), melihat sesuatu sebagaimana adanya.

(Miquel Ruiz, the Four Agreement)
Realitas adalah mimpi kolektif, hati hati dengan kabut – kabut persepi ‘mitote’ (ilusi)
-    Kesempurnaan kata
-    Sesuatu tidak perlu diambil hati
-    Tidak berasumsi (lebih baik bertanya)
-    Selalu melakukan yang terbaik (akan membebaskan, tidak ada penyesalan)

(Helen Schuman & William Theford; a Cource in Miracle)
Kebutuhan memaafkan sangat penting
Keajaiban ; hanya cinta yang riil (yang lain adalah ilusi)
Tujuan doa danmeditasi agarpersepsi yang keliru tentang realitas disembuhkan.
Kebingungan siapa diri kita disebabkan ego (keinginan, pengakuan, dll.)

(Neaale Donald Walch, Conversation with God)
Membangkitkan kekuatan kita ; hidup menjadi lebih baik jika kita tahu sosok dri seprti
apa yang kita inginkan, apa yang ingin kita lakukan, dan apa yang ingin kita miliki.
Disadari atau tidak, kita hidup sesuai dengan pikiran, diikuti kata – kata, dandiikuti
tindakan. Pikiran akan membentuk dunia kita.
Semakin penuh diri kita, akan tahu apa yang kiat perjuangkan, apa yang perlu kita
ciptakan, kesuksesan akan semakin otentik dan langsung.
Sepakat untuk mencipta bersama. Tuhanmempunyai rencana yang sempurna untuk kita
dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk bersama – sama terlibat dalam
penciptaan dunia.
Hukum Tuhan “Apapun yang diminta manusia akan diberikan”. Manusia perlu
memahami bagaimana prose situ berlangsung. Berterima kasih bahwa hal – hal tersebut sudah eksis, tidak peduli sudah terwujud atau belum.
Mekanisme berkelimpahan. Pikiran menjadi kata dan kata menjadi aksi.
    Alam raya akan merefleksikan kata – kata kita kembali pada kita dalam realitas.


summary, 50 Buku Spiritual. ks,17.12.2006

Awareness (Anthony De Mello)


Hidup adalah suatu pesta.
Dan yang menjadi tragedi adalah kenyataan bahwa banyak orang yang mati kelaparan.Kita dikelilingi oleh sukacita, kebahagiaan, cinta kasih.Tetapi kita sama sekali tidak menyadarinya.(karena kita telah mengalami proses cuci otak/ hipnotis/ terlelap/ tertidur)

Di Balik Topeng Kasih Sayang.
Kasih sayang, belas kasih sebenarnya adalah kepentingan pribadi  (diri sendiri) yang terselubung di balik topeng altruisme.

Tiga jenis tindakan mementingkan diri sendiri;
Pertama. Bila saya memberikan kesenangan kepada diri saya untuk menyenangkan diri sendiri (pusat perhatian dunia sekeliling).
Kedua. Bila saya memberikan kesenangan kepada diri saya untuk menyenagkan orang lain (merupakan tindakan mementingkan diri sendiri yang sudah diperhalus).
Menjadi sulit dikenali, terselubung dan berbahaya; kita merasa hebat, berbuat baik, dll.Oleh karena itu jangan berpikir bahwa Anda hebat. Anda adalah orang sangat  biasa tetapi mempunyai selera tinggi dan halus.Selera Anda bagus, tetapi bukan kualitas spiritual Anda.
Ketiga (dan terburuk). Saya melakukan sesuatu yang baik supaya saya tidak merasa tidak enak.
Anda tidak merasa senang melakukannya, sebaliknya Anda merasa tidak enak melakukannya.

Ilusi Mengenai Orang Lain.
Kita membayangkan seseorang/ orang yang kita kenal/ berada di sekliling kita adalah baik.
Ternyata dia/ mereka tidak sebaik  yang kita bayangkan.Seperti  kita yang “tertidur” merekapun “tertidur”.
Apakah yang sedang mereka cari ? Kepentingan mereka sama seperti kepentingan kita.

Buanglah ide – ide semu.
Ide – ide yang merupakan ilusi mengenai kenyataan. Lihatlah orang lain secara transparan – apa adanya.
Sama seperti kita melihat diri kita secara transparan. Maka kita akan mencintai mereka.
Bila kita sudah menyatu dengan realitas, kenyataan hidup, kita tidak akan pernah dikecewakan.

Mengamati Diri
Bila Anda sudah siap untuk mendengarkan, Bila Anda sudah siap untuk menantang ide – ide Anda,
Hal terpenting adalah “mengamati diri”. Mengamati berarti meneliti segala sesuatu yang terjadi di dalam diri Anda dan di sekeliling Anda seluas mungkin dan mengamatinya seakan – akan hal itu terjadi pada orang lain. Hal yang membuat Anda menderita karena perasaan tertekan dan cemas,karena Anda menidentifikasi diri dengan perasaan tersebut.

Menyadari Tanpa Menilai Segala Sesuatu
Menemukan Diri Anda Sendiri. Siapakah Saya ? Apakah Saya ?

Melucuti Diri sampai Menemukan Jati Diri
Penderitaan bukan cuma disebabkan keinginan akan sesuatu,tetapi juga karena Anda mengidentifikasikan diri dengan keinginan. Penderitaan terjadi dalam “peran – peran” Anda. Jika Anda mengidentikan  “jati diri” Anda dengan peran – peran Anda, maka Anda akan merasakan penderitaan.

Label
Hal terpenting bukanlah mengetahui ”siapakah” atau “apakah” saya? Tidak ada kata – kata yang dapat dipakai untuk menjelaskan hal itu.  Hal penting yang perlu dilakukan adalah meleucuti “label – label” yang melekat pada “saya”“Jangan mencari kebenaran, tetapi  buanglah pendapat – pendapat Anda. Lepaskan diri Anda dari teori – teori.”Kebenaran bukanlah sesuatu yang Anda cari. Berhentilah berpendapat, Anda akan menemukan kebenaran. Bila Anda melepaskan diri dari semua label yang melekat pada diri Anda. Anda akan menemukan “jati diri” yang sesungguhnya.

Penderitaan merupakan tanda bahwa Anda sudah terlepas dari kebenaran. Anda tertidur. Penderitaan diberikan supaya Anda dapat membuka mata Anda untuk  melihat kebenaran, Supaya Anda mengerti bahwa dalam bagian tertentu dalam kehidupan ini ada kepalsuan. Penderitaan muncul pada saat Anda mengalami benturan dengan kenyataan hidup. Bila ilusi Anda berbenturan dengan kenyataan, ketika kepalsuan hidup Anda berbenturan dengan kenyataan hidup.

Perasaan Negatif Terhadap Sesama
Jika Anda tidak mempunyai perasaan negatif, Anda dapat bertindak lebih efektif. Bila dikuasi oleh perasaan negatif, Anda akan  menjadi “buta”. Peran – peran Anda akan mempengaruhi dan mencemari Anda.
Bagaimana Kebahagiaan Terjadi ? Kembalilah kepada diri Anda. Amati diri Anda.
Pada saat ilusi Anda mulai terkuat, Anda berhadapan dengan hal – hal yang tidak dapat diuraikan dengan kata – kata. Dan hal itu bernama “kebahagiaan”.

Penyadaran. Penyadaran. Penyadaran.
Kualitas hidup Anda akan berubah. Lebih sedikit bereaksi dan lebih banyak beraksi. Anda jauh lebih bersemangat, jauh lebi bergairah hidup.

Hanya ada sau alasan mengapa Anda tidak mengalami kebahagiaan pada saat ini, Hal ini terjadi karena Anda memikirkan dan memusatkan perhatian Anda pada hal – hal yang tidak Anda miliki.
Apakah Anda ingin bahagia ? Kebahagiaan yang langgeng (sejati) adalah kebahagiaan yang tidak bersebab.
Kebahagiaan merupakan keadaan dir kita yang alami.

Anda tidak perlu melakukan apapun untuk memperolehnya, karena sudah berada di dalam diri Anda. Mengapa Anda tidak mengalaminya ? Karena untuk mengalaminya, Anda perlu melepaskan sesuatu. Anda harus melepas ilusi Anda.

Hidup sebenarnya sederhana, mudah, penuh dengan kegembiraan. Hidup terasa sulit jia hanya dikuasai oleh ilusi, ambisi, keserakaan.Yang terjadi karena Anda mengidentifikan diri dengan segala macam label yang melekat pada diri Anda.

Empat Langkah Menuju Kebijaksanaan.
Pertama. Kenali perasaan negatif yang ada di dalam diri (mungkin tidak Anda sadari).
Kedua. Pahami bahwa perasaan negatif itu ada di dalam diri Anda dan bukan dalam realitas.
Ketiga. Jangan mengidentifikasikan diri dengan perasaan negatif itu.
Keempat. Pahami bahwa bila Anda berubah, maka segala sesuatu akan berubah pula.
Bagaimana Anda mengubah hal – hal di sekeliling Anda ? bagaimana Anda mengubah diri Anda ? (Dunia terasa baik, karena Anda merasa baik).

Bangun Jadilah dirimu sendiri
Saya tidak akan membiarkan Anda memanipulasi saya.
Saya akan menjalani hidup saya dengan cara saya sendiri.
Saya akan mempertahankan kebebasan untuk memikirkan gagasan – gagasan saya.
Saya akan mengikuti kecenderungan hati dan selera saya.
Saya berani untuk mengatakan “tidak” dan itu bukan karena perasaan “negatif” yang timbul.

Bagian dari “bangun” adalah menjalani hidup yang menurut Anda dengan cara yang Anda anggap sesuai.
Hal ini tidak egois atau mementingkan diri sendiri. Mementingkan diri sendiri adalah menuntut orang lain hidup sesuai dengan selera Anda, atau untuk kebanggan Anda, atau keuntungan Anda, ata untuk kesenangan Anda. Ketika kesadaran tumbuh, Anda makin sedikit “bereaksi” dan makin sering “beraksi”.

“Bangun”(kebahagiaan),  keadaan di mana Anda terbebas dari ilusi/ khalayan Anda. Lepaskan ilusi Anda, pandanglah segala sesuatu apa adanya, padanglah realitas apa adanya. Setiap kali Anda merasa tidak bahagia, Anda menambahkan sesuatu pada realitas. Anda telah menambahkan sesuatu ... suatu reaksi negatif dalam diri Anda. Kenyataan memberikan stimulus, dan Anda memberikan reaksi, dengan memberi reaksi,  Anda menambahkan sesuatu. Dan bila diperhatikan, di sana selalu ada ilusi, ada tuntutan, harapan, kebutuhan.

Makna yang Mendasar
Pengalaman yang sangat menyeangkan membuat hidup menjadi indah. Pengalaman yang menyakitkan membawa manusia ke arah pertumbuhan.Penderitaan menunjukanbagian dari diri Anda yang belum berkembang, yang perlu Anda kembangkan, transformasikan, dan diubah.

Keinginan, Bukan Preferensi
Jangan menekan keinginan atau hasrat, karena Anda akan kehilangan gairah hidup.Keinginan dalam arti kata sehat adalah “energi”. Jangan menekan energi, pahamilah. Jangan menekan/ menyangkal objek keinginan Anda (justru akan semakin terikat), Pahamilah. Lihatlah hakikat sesungguhnya dari objek keinginan itu.
Bila Anda mengamati dan melihat apa makna sesungguhny darikeinginan tersebut, Dan bila Anda memahami dan menyiapkan bathin Anda untuk menghadapi kemalangan, kekecewaan, perasaan tertekan, maka keinginan Anda akan diubah menjadi preferensi (pilihan).

Terikat pada Ilusi
Bila Anda terikat pada sesuatu, hidup Anda akan hancur; Bila Anda terpaku pada sesuatu, Anda sudah berhenti hidup.
Ilusi  “Kebahagiaan sama dengan perasaan meluap – luap”Gejolak perasan munculsaat seseorang dapat memenuhi keinginannya. Keinginan menimbulkan kecemasan, cepat atau lambat akan menimbulkan perasaan yang tidak enak.
Ilusi “orang lain dapat membuat Anda memahami ilusi Anda (guru/ pembimbing rohani, dll.)”
Ilusi “Merupakan hal penting untuk dihormati, dicintai, dihargai, dianggap penting”Banyak orang berpendapat bahwa kit amempunyai  dorongan dasar untuk dicintai, dihargai, dan diterima. Bebaskan dari ilusi itu dan anda akan menemukan kebahagiaan.Kita mempunyai dorongan dasar untuk ‘bebas’ dan dorongan dasar untuk ‘mencintai’, tapi bukan untuk dicintai.
Ilusi “Kejadian di sekeliling Anda mempunyai keuatan untuk menyakiti Anda, bahwa orang lain mempunyai kekuatan untuk menyakiti Anda.”
Ilusi “Anda adalah orang yang sama dengan semua label yang diberikan oleh orang – orang di sekeliling Anda atau label yang Anda sendiri berikan.”
Bila Anda “bangun”, Anda akan menemukan bahwa Anda hidup di saat ini, menikmati setiap saat dalam kehidupan Anda.(Anda mendengar simfoni nada demi nada tanpa ingin berhenti pada salah satu nada)

Merangkul Masa Lalu
Apapun bentuknya, suatu hubungan sesungguhnya menagndung dua hal: “kejelasan persepsi” dan “ketepatan dalam memberi tangapan” Bila Anda persepsi Anda mengalami gangguan maka Anda mempunyai kecenderungan untuk memberi tanggapan yang tidak tepat.

Apa yang sebenarnya membuat saya jatuh cinta kepada orang tertentu? Karena Anda sudah mengalami proses pengkondisian. Jatuh cinta sama sekali tidak ada hubungannya dengan cinta sejati. Jatuh cinta bukanlah cinta, tetapi suatu hasrat (berkobar – kobar),  perasaan meluap – luap. Hal pertama yang kita perlukan adalah kejelasan persepsi. Salah satu penyebab mengapa kita tidak dapat mempersepsi orang – orang dengan jelas adalah fakta bahwa emosi kita menghalangi kita, pengkondisian yang kita alami, rasa suka dan tidak suka. (bergumul dengan ide- ide,  konsep/ konsep, kesimpulan – kesimpulan)

Jangan terus membawa – bawa pengalaman masa lalu, juga pengalama yang menyenangkan.Pelajarilah arti mengalami sesuatu sepenuhnya, kemudian lepaskanlah dan bergeraklah ke saat berikutnya.Anda akan mengenali apa yang dimaksud dengan kehidupan abadi, kehidupan abadi adalah saat ini; sesuatu yang tidak terikat oleh waktu.

Menjadi Konkret
Setiap konsep (kata – kata) yang dimaksudkan untuk semakn mendekatkan dengan realitas, dalam kenyataannya justru menghambat kita mendekati realitas. Kata – kata tidak identik dengan realitas.
Konsep dapat diterapkan pada sejumlah individu. Konsep bersifat universal. Konsep tidak dapat menangkap keunikan, kekonkretan. Manusia sesungguhnya sesuatu yang konkret.
(krishnamurti) “ Pada saat Anda mengajarkan nama burung kepada seorang anak, anak itu tidak akan pernah melihat burung itu lagi.”
Bila Anda tidak melihat benda – benda melalui konsep Anda, maka Anda tidak pernah merasa bosan dengan benda – benda itu. Setiap benda unik.Konsep sangat membantu untuk menuntun Anda menuju realitas, tetapi pada saat Anda tiba di sana, berhadapan dengan realitas, Anda harus memahami atau mengalami realitas itu secara langsung.

Konsep itu statis, sementara realitas selalu bertambah.Pada sat Anda menangkap realitas dalam bentuk konsep, realitas itu berhenti mengalir.Konsep merupakan sesuatu yang beku, realitas mengalir (contoh: badai, gelombang, air terjun, dll.) Realitas merupakan keutuhan, konsep (kata – kata) memecahkan menjadi kepingan- kepingan. Untuk dapat memahami realitas, Anda harus mengetahui melampaui pengetahuan.

Bagaimana cara keluar dari penjara Anda sendiri ?
Latihan “spiritual , keluar dari penjara konsep dan kata – kata. Lihatlah; sediakan waktu untuk mengamati. Memperhatikan segala sesuatu Bersentuhanlah dengan realitas. Keluar daripola yang kaku yang telah terbentuk, Keluar dari pemikiran dan kata – kata yang selama ini tertanam. Melihat realitas seperti seorang anak  melihatnya untuk pertama kali.

Realitas yang sudah disaring
Kita selalu menyaring hal – hal yang masuk ke dalam diri kita.  Siapakah yang melakukan proses penyaringan ?Pengkondisian, budaya, pemrograman, bahasa; termasuk pula keterikatan, hasrat, kebutuhan yang sangat kuat/ kecanduan (merupakan akar dari kesedihan).
Hanya ada satu jalan, Anda harus menghapus program yang sudah ada.Dengan cara, Anda menjadi sadar mengenai proses pemrograman yang sudah terjadi. Anda tidak dapat mengubahnya dengan usaha/ kemauan/ ideal – ideal/ kebiasan baru. Tingkah laku Anda mungkin berubah, tetapi bukan diri Anda. Anda dapat berubah hanya bila Anda menyadari dan mengerti. Anda mampu melihat kenyatan apa adanya (tidak ada kekerasan lagi dalam upaya mengubah diri).

Satu – satunya cara berubah adalah dengan mengubah pemahaman Anda. Apa artinya memahami ? Bagaimana dapat mencapainya ? Lepaskan keterikatan Anda.

Cinta yang Merupakan Kecanduan
Bagaimana mungkin Anda mencintai seseorang bila Anda membutuhkan orang itu ? Anda hanya memanfaatkan orang – orang  tersebut. Saya hanya dapat mencintai orang jika saya sudah dapat mengosongkan diri saya dari orang – orang itu.

Melepaskan kendali
Obat bius yang dapat membuat kecanduan; penerimaan, perhatan, keberhasilan, prestise, kekuasaan, dll.
Merasakan hal – hal tersebut membuat kecanduan dan menjadi takut kehilangan.Menjadi terpengaruh/ tergantung orang lain dan kehilangan kebebasan.Orang yang sudah bangun tidak melangkah mengikuti pukulan genderang masyarakat. Orang yang menari mengikuti nada – nada musik yang muncul dalam dirinya sendiri.

Gagasan yang Terselubung
Ada perbedaan antara pengetahuan dan kesadaran.“Pada saat Anda berhenti melakukan perjalanan, Anda sudah tiba di tujuan.”Anda tidak perlu pergi kemanpun karena  sebenarnya Anda sudah tiba di tujuan.
Hati – hati pada gagasan terselubung; pemuliaan ego, ingin perasaan senang, mencapai tujuan, termasuk menentukan tujuan untuk memperoleh ‘kesadaran’. Sikap yang seharusnya;  Saya ingin menyadari, menghadapi, apapun yang terjadi; bila saya dapat bangun, sadar itu baik dan bila saya tetap telena, tidak sadar, itu baik juga.

Wawasan Pemahaman
Jangan Memaksakan Sesuatu
Menjadi Nyata


Akhir dari Analisis
Ada perbedaan antara analisis dan kesadaran; informasi dengan wawasan. Informasi bukanlah wawasan, analisis/ pengetahuan  bukanlah kesadaran.(contoh informasi ttg bahaya rokok tidak menyebabkan seseorang berhenti merokok, tetapi kesadaran seseorang ttg bahaya rokok akan membuatnya berhenti merokok). Bukan diri saya (me) yang mengubah diri saya (me). Perubahan terjadi melalui diri Anda, di dalam diri Anda. (Anda tidak melakuan perubahan).
Mencecap – merasakan kebenaran. Bila Anda mempunyai “rasa” mengenai hal itu, Anda berubah. Bila Anda hanya mengetahuinya di dalam kepala Anda, Anda tidak berubah.

Mati Sebelum Ajal
Supaya dapat benar – benar hidup, caranya adalah melalui kematian. Pandanglah masalah yang dihadapi dari sudat pandang seakan – akan Anda sudah meninggal.

Daerah Kasih Sayang
Bila Anda ingin mencintai, Anda harus belajar melihat dengan jernih. Dan untuk dapat melihat dengan jernih, Anda harus melepaskan diri dari kecanduan. Lepaskan ketergantungan Anda. Anda tetap berada di dunia ini , tetapi Anda tidak akan lagi ditentukan oleh dunia ini. Anda bebas Anda tetap dapa menikmati kehadiran orang lain sepenuh hati, tetapi tidak tergantung. Dipengaruhi orang lain sebagai penentu kebahagiaan/ penderitaan. Dalam kesendirian, kesunyian, ketergantungan Anda hilang. Kemampuan untuk mencintai akan muncul.
 “Anda melihat dengan visi yang jernih dan tidak tertutup oleh ketakutan dan keinginan”. Anda akan mengetahui artinya mencintai. Anda harus melewati padang gurun kematian, karena untukmencintai sesama
Berarti kebutuhan Anda akan sesama harusmati dan Anda benar – benar sendiri.

Bagaimana Anda sampai ke tempat itu ?
Dengan kesadaran terus menerus, dengan kesabaran dan kesetiaan tanpa batas. Dengan mengembangkan selera terhadap hal – hal baik dalam hidup untuk mengimbangi kebutuhan Anda akan obat bius.

Apakah yang dimaksud dengan hal – hal baik ?
Mencintai pekerjaan yang Anda nikmati pada waktu Anda melakukannya demi cinta itu sendiri.
Mencintai kegembiraan dan keakraban dengan orang – orang tertentu (tidak tergantung secara emosional), tetapi menikmati persahabatannya
Melakukan kegiatan yang begitu Anda cintai, sehingga pada sat melakukannya,keberhasilan, pengakuanm pujian sama sekali tidak berarti apa – apa.
Kembali ke alam (keheningan, menyatu dengan alam).
Latihan spiritual (memandang benda – benda, menyadari benda – benda yang ada di sekliling Anda); kata – kata/ konsep – konsep akan terlepas, dapat mengobati kesepian.
Kembalilah pada benda – benda,kembalilah ke alam.

Mulanya akan terasa berat, selanjutnya merekah menjadi cinta. Hati Anda akan dipenuhi nyanyian. Anda akan bebas, Anda akan memahami arti kebebasan, arti cinta, arti kebahagiaan, arti realitas, arti kebenaran, arti Tuhan.


summary; Awareness, Anthony De Mello. ks.27.01.2012




Selasa, 24 Januari 2012

The Holographic Universe (Michael Tallbot)


The Brain as Hologram (Karl Pribram);
memories were not localized at specific brain sites, but were somehow spread out or distributed throughout the brain as a whole. “The whole in every part” nature of hologram.

Which is true reality, the seemingly objective world experienced by the observer/ photographer or the blur of interference patterns record by the camera/ brain ?
Pribram realized, the holographic brain model opened the door on the possibility that objective reality – might not even exist, or at leat not exist in the way we believe it exist.
Reality was maya, an illusion and what was out there was really a vast, resonating symphony of wave forms, a ‘frequency domain’ that was transformed into the world as we know it only after it entered our sense.

The Cosmos as Hologram (Bohm) = HOLOMOVEMENT
Quantum physics; if you break matter into smaller and smaller pieces you eventually reach a point where the those pieces – electrons, protons, and so on – no longer possess the traits of objects.  It literally posessesses no dimension.
An electron can manifest as either a particle or a wave. The only time quanta* ever manifest as particles is when we are looking at them (observer vs participant ?)
*quanta is the plural of quantum. One electron is quantum (synonymous with wave parcticle;
 something that possesses both particle and wave aspects)

Interconnectedness (Bohm)
A Living Sea of Electrons; behaving as if they part of larger and interconnected whole.
Nonlocality; At the level of our everyday lives things have very specific laocations. At the subquantum level which the quantum potential operated, location ceased to exist. All points in space became equal to all other points in space, and it wasmeaningless to speak of anything as being separated from anything else.

Enfolded Order and Unfolded Realities
The implicate ( enfolded) order – the deeper level of reality
The explicate (unfolded) order – our own level of existence
The manifestation of all forms in the universe as the result of countless enfolding and unfolding between two orders.
The Undived Wholeness of All Things.
An electron is not an ‘elementary particle.’ It is just a name given to a ceratin aspect of the holomovement. Divining reality up into parts and then naming those parts is always arbitary, a product of convention, because subatomic particles, and everything else in the universe, are no more separate from another than diffrenet pattern in an ornate carpet.

Space and time are not separate entities (Einstein), but are smoothly linked and part of a larger whole – the space time continuum. Bohm says that everything in the universe is part of continuum. You are the samething with everything. Things can be part of an undivided whole and still possess their own unique qualities.

The observer is the observed. The Observer is also the measuring device, the experimental result, the laboratory, and the breeze that blows outside the laboratory.

Pribram and Bohm theories; new way of looking at the world.
Our brains mathematically construct objective reality by interpreting frequancies that are ultimately projections from another dimension, a deeper order of existence that is beyond both space and time: the brain is ahologram enfolded in a holographic universe.

We can view ourselves as physical bodies moving through space. Or we can view ourselves as a blur of interference patterns ebfolded throught the cosmic hologram.
What makes it difficult is – we are not looking at the hologram. We are part of the hologram.

MIND AND BODY
The Holographic Model and psychology ; personal resonance; personal consciousness
Dreams and Holographic Universe
Lucid dreams and Parallel Universes (parallel universe awareness)  (F A wolf)

Hitching a Ride on the Infinite Subway ;the idea that we are able to access images from the collective unconscious, or even visit paralle dream universe.
(Transpersonal Psychology ; Stanislav Grof; LSD experiment – prebirth memories)

Synchronicity (C G Jung); coincidences that are so unusual and so meaningful they could hardly be attributed to change alone.

I SING THE BODY HOLOGRAPHIC
Every action starts from an intention in the implicate oreder. The imagination is already the creation of the form. It already has the intention and the germs off all the movement needed to carry it out. And it affects the body and so on, so that as creration takes place in that way from the subtler levels oth the implicate order, it goes through them until it manifest in the explicate.

Basketball games in the mind (Shlomo Breznitz; soldire’s blood experiment);
Bodies responded not to reality, but to what they were imaging as reality.
Larry dossey; Placebo Effect; Mr Wright story; Richard Alpert (RamDass), etc. Immunce cells have neuropeptide receptors. Neuropeptides are molecules the brain uses to communicate

The beliefs we embody in our attitudes
(exp. Married women have stronger immune systems than separated or divorced women)
The beliefts we express through the power of our will
(Schwartz; Mirin Dajo – public performances; Mohotty – Kataragama)
Our Unconscious Belief ; accessing the healing force – by pass the thick armor of doubt and skepticism that exist in our conscious minds. (Placebo, Hypnosis, etc.)
The beliefs embodied in our faith
(the extraordinary cure of Vittorio Michelli)

Acupuncture Microsystems and the Little Man in the Ear (Paul Nogier, 1957)
Every organ and bone in the body is connected to specific points on the body’s surface. By activating these acupuncture points, it is believed that diseases and imbalances affecting the parts of the body connected to the points can be alleviated and even cured.

Harnessing the Power of the Holographic Brain
According the holographic model; the mind/ body ultimately cannot distinquish the difference between the neural holograms the brain uses to experience reality and the ones it conjure up while imagining reality. Both have a dramatic effect on the human organism.
First Massage : Each of us possesses the ability, at least at some level, to influence our health and control our physical form in ways that are nothing short of dazzling. We are potential wonder-workers, dormant yogis, etc.
Second Massage : is that elements that go into the making of these neural holograms are many and subtle. (the images upon which we meditate, our hopes and fears, ect.). We must become aware of and aquire mastery over if we are to learn how to unleash and manipulate these talents.

A Pocketful of Miracles
Psychokinesis; Psycometry; Materialization; OBE, NDE (importance; love and knowledge –self growth)

SEEING HOLOGRAPHICALLY
The eyes may be visual organs, but it is the brain that sees. Less than 50% of what we see is actually based on information enetering our eyes. The remaing 50% plus is pieced together out of our expectations of what the world should look like. (exp. blind spot)
The Human Energy Field
The etheric body; the astral (emotional body); the mental body; the causal (intuiteve body). We also have special energy centers in our body (chakras). HEF – Aura.
Psyche is always trying to teach the conscious self things it needs to know to become healthier and happier, and grow spiritually.

summary; Holographic Universe, Michael Tallbot. ks.2011