Kamis, 26 Januari 2012

Gambaran Identitas Diri dan Makna Hidup Etnis Tionghoa dalam Karya dan Prestasi

GAMBARAN IDENTITAS DIRI DAN MAKNA HIDUP ETNIS TIONGHOA DALAM KARYA DAN PRESTASI

Tim Peneliti 
Pusat Kajian Budaya Tionghoa (PKBT) , Lembaga Penelitian dan Publikasi Ilmiah (LPPI) Universitas Tarumanagara
Kurnia Setiawan, S.Sn., M.Hum, FSRD, Program Studi DKV
Dra. Ninawati, M.M, Fakultas Psikologi
Meiske Yunithree Suparman, M.Psi., Psi., Fakultas Psikologi
Tim Pengumpulan data :
William Budyana, mahasiswa FSRD
Suwito, mahasiswa Fikom
Tahun Penelitian 2010

LATAR BELAKANG
    Setiap individu dilahirkan di dunia dengan ciri-ciri tertentu yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut menunjukkan identitas diri pada masing-masing individu. Identitas diri mengacu pada pengakuan diri seseorang sebagai seorang pribadi. Erikson (1989) menerangkan bahwa ”menjadi seseorang” sekaligus juga berarti bahwa orang lain dan masyarakatnya mengakuinya sebagai ”seorang pribadi”, berarti dia memiliki satu peran yang jelas dan berarti dalam masyarakat yang diakui dan dihargai oleh orang lain dan masyarakat. Dengan demikian menjadi jelaslah ketika individu ingin memberikan dan menunjukkan perannya dalam kehidupan yang dilakukannya. Peranan individu dalam masyarakat seringkali bukan hanya peran yang besar dan ditampilkan dalam media masa secara jelas, namun banyak peran lain yang dianggap berguna dan berjasa bagi masyarakatnya dapat menunjukkan orientasi hidup dari individu bersangkutan. Orientasi hidup yang dijalankan individu menunjukkan arti dan makna dari kehidupan yang dijalankannya.
    Perubahan yang memengaruhi individu dapat pula terjadi karena perubahan lingkungan seperti perubahan sosial budaya, politik atau sistem pemerintahan. Sejak tumbangnya Orde Baru tahun 1998, maka berbagai kesempatan menjadi lebih terbuka bagi etnis Tionghoa untuk diakui keberadaannya, baik dalam bentuk kegiatan sosial, budaya, maupun politik, maka berbagai peranan mereka dalam kehidupan masyarakat juga dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peranan etnis Tionghoa dalam masyarakat Indonesia menunjukkan identitas diri sebagai keturuan Tionghoa yang diakui. Peranan mereka dapat dilihat dari berbagai prestasi dan karya yang langsung dapat dinikmati masyarakat sekitarnya.

TUJUAN
     Individu adalah makhluk yang tidak memiliki suatu struktur kepribadian atau watak tetap yang sejak mula untuk selama-lamanya ditetapkan. Selalu terdapat kesempatan baik untuk berkembang dan berubah terus serta untuk menjadi semakin matang (Erikson, 1989). Lebih lanjut Erikson menerangkan bahwa perkembangan adalah proses evolusioner yang berdasarkan pada sejumlah peristiwa biologis, psikologis dan sosial yang dapat ditetapkan sercara universal dan baru memperoleh tempat dan makna di dalam suatu tahap tertentu.
     Penghayatan tentang makna hidup akan berbeda pada setiap individu. Bahkan kegiatan dan peran yang dilakukannya pun akan berbeda-beda. Frankl (1984/2004) mengatakan setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Setiap manusia tidak peduli siapapun dan sebagai apapun dia, pada satu titik pasti akan mempertanyakan apa arti dan makna dari kehidupan yang dijalaninya. Pencarian makna inilah yang menjadi pusat dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna dalam hidup ini merupakan kekuatan motivasional yang mendasar dalam diri manusia.
    Mengacu pada pengalaman individu dalam peranan dan prestasi/ karya yang diakui oleh  masyarakat, muncullah pertanyaan bagaimana peranan identitas diri dan penghayatan makna hidup pada etnis Tionghoa yang dinilai dan diakui oleh masyarakatnya? Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia adalah etnis terbesar sebagai etnis pendatang di Indonesia. Keberadaannya telah diperhitungkan dan diikutsertakan dalam berbagai kegiatan masyarakat Inodnesia secara keseluruhan. Keterlibatan etnis Tionghoa dapat dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial, seni, olah raga. Terlebih lagi setelah tumbangnya era Orde Baru tahun 1998.

URGENSI PENELITIAN
     Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beranekaragam corak kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsanya secara horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi, teknologi, dan organisasi sosial-politiknya. Tanpa disadari oleh banyak orang Indonesia, sebenarnya dalam masyarakat Indonesia terdapat golongan dominan dan minoritas, Sebagaimana yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap mereka dalam berbagai interaksi baik interaksi secara individual maupun secara kategorikal baik pada tingkat nasional (seperti posisi etnis tionghoa yang minoritas dibandingkan dengan pribumi) maupun pada tingkat masyarakat lokal, seperti posisi orang Sakai yang minoritas dibandingkan dengan posisi orang Melayu yang dominan di Riau (Suparlan, 2001).
     Interaksi yang terjadi antara dua etnis yang berbeda budaya dapat menimbulkan konflik, namun tidak jarang pula justru terjalin baik karena peranan yang berarti bagi masyarakat sekitarnya. Peranan apa saja yang kiranya dapat dijalankan oleh etnis Tionghoa yang minoritas, dan ternyata diterima diakui sebagai prestasi/ karya di lingkungan masyarakat sekitarnya? Bagaimana pendapat individu yang melakukan peranan tersebut? Apakah semua perilaku yang dijalankannya terkait dengan pengembangan identitas diri dan pemaknaan hidup mereka sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang ingin dijawab dalam penelitian ini.

STUDI PUSTAKA
     Makna hidup merupakan bagian dari kenyataan hidup, maka makna hidup dapat berubah-ubah dari suatu kejadian ke kejadian lain. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun tetapi hanya dapat dipenuhi jika dicari dan ditemukan oleh diri sendiri (Frankl, 2000). Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup (Bastaman, 2007). Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kahidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan.
     Frankl (1984/2004) mengatakan setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Setiap manusia tidak peduli siapapun dan sebagai apapun dia, pada satu titik pasti akan mempertanyakan apa arti dan makna dari kehidupan yang dijalaninya. Pencarian makna inilah yang menjadi pusat dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna dalam hidup ini merupakan kekuatan motivasional yang mendasar dalam diri manusia, Frankl juga menambahkan bahwa hal inilah yang membuat seseorang dapat bertahan dari penderitaan hidupnya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang bermakna.

METODE PENELITIAN
Desain dan subyek penelitian
     Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan melibatkan beberapa orang subyek penelitian sebagai informan kunci. Subyek penelitian yang bertindak sebagai partisipan dipilih dengan metode criterion sampling, yaitu subyek yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu subyek yang dinilai memiliki prestasi/ karya dalam lingkungannya. Berdasarkan usia ditentukan subyek berusia 20-40 tahun (dalam perkembangan dewasa awal).
Setting dan Instrumen Penelitian    
      Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Instrumen penelitian yang digunakan adalah: alat perekam gambar, alat perekam suara, peralatan tulis, dan keperluan pelengkapnya. Adapun untuk pertanyaan yang diajukan kepada subyek  disusun pedoman wawancara untuk proses wawancara mendalam (in depth interview).
 Analisis Data
     Analisis data dilakukan dengan verbatim transkripsi untuk hasil penelitian yang dilakukan dengan in depth interview. Hasil verbatim transkripsi ini kemudian dibuatkan analisis dan refleksi pada masing-masing subyek.
Gambaran dan Data Subyek       
Ignatius Haryanto; Bidang Pers; Salah satu pendiri, Direktur LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), Peneliti, trainer, dan  staf pengajar bidang jurnalisitk

Surya Tjandra; Bidang Perburuhan; Salah satu pendiri, Direktur TURC (Trade Union Right Centre)Kandidat Doctor bidang perburuhan Leiden University, Nederland

Christoper Nugroho; Politik (legislatif); Staf Ahli Fraksi Partai Demokrat di DPR anggota pengurus partai Demokrat

Handjaya; Bidang Politik (partai); Profesional di bidang engineering dan anggota
Departemen Hubungan International PDIP, Ketua Bidang Luar Negeri Taruna Merah
Putih   
               
Intan (Hunk); Bidang Keadilan Gender;  Salah satu pendiri, Koordinator KAIL, (Kuncup Padang Ilalang); kelompok pendukung kerja-kerja  aktivis,”creating conducive environment for society transformation”

Chen – Chen; Bidang Seni – Budaya; Penari, anggota KIPAS (Kelompok Insan Permerhati Seni); kelompok kesenian yang menyuarakan hak asasi manusia (HAM)

Sofie; Bidang Pendidikan; Ibu rumah tangga, pengurus program beasiswa Pelangi dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI)

Sunni; Bidang Penelitian; Peneliti CSIS (Centre for Strategic and International Studies)Kandidat Doctor of Political ScienceNorthern Illinois University, USA

KESIMPULAN   
     Berdasarkan hasil penelitian, semua partisipan mengalami diskriminasi secara langsung maupun tidak langsung. Semua menyadari identitas mereka sebagai etnis Tionghoa, melalui pengalaman mereka dalam keluarga maupun dibentuk oleh sikap masyarakat kepada mereka, termasuk adanya berbagai aturan/ kebijakan pemerintah yang diskriminatif. Meskipun begitu mereka tetap bersikap positif dan merasa memiliki serta menjadi bagian dari bangsa Indonesia melalui kontribusi mereka di berbagai bidang.
    Para partisipan memilih untuk berperan menembus streotipe etnis Tionghoa yang selama ini dikenal, biasa bergerak di jalur bisnis/berdagang/pengusaha. Perlakukan buruk ataupun sikap diskriminasi yang dialami tidak menyurutkan motivasi mereka untuk berperan memilih terjun di bidang tertentu, karena mereka mempunyai cara pandang (melalui pengetahuan/pengalaman) yang membuat membuat mereka terinspirasi dan termotivasi untuk memilih bidang yang mereka geluti.  Mereka mempunyai kesamaan dalam hal semangat untuk berkarya dengan sepenuh hati di bidangnya masing-masing dan memperoleh pengakuan bagi diri mereka maupun dari masyarakat. 
     Interaksi dengan berbagai orang/kelompok melalui keterlibatan mereka mengikis kecurigaaan dan memperoleh penerimaan dari berbagai pihak. Sikap dan perilaku mereka dilandasai pemahaman bahwa semua orang sederajat dan mereka mempunyai kesadaran akan makna hidup yang transenden melampaui diri sendiri, yaitu memberi bagi sesama.

Saran
     Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar penelitian dilanjutkan dengan penelitian dengan partisipan dengan kelompok usia berbeda ataupun dengan memilih lokasi yang berbeda.Koordinasi dan jaringan orang muda/ kelompok Tionghoa yang saat ini ada perlu tetap dijalankan, termasuk dengan memperluas kerjasama dengan berbagai kelompok lain sehingga muncul keterlibatan aktif antar invidu maupun organisasi guna menciptakan Indonesia yang multikultur.
    Kepada para subyek  yang terlibat dalam penelitian agar meneruskan karya mereka sebagai wujud kontribusi konkrit kepada masyarakat di bidang masing-masing, melepas sekat-sekat diskriminasi untuk bersama-sama mengembangkan Indonesia yang lebih baik. Melalui diri mereka didapatkan pembelajaran bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan/buruk tidak menjadi hambatan untuk berkarya dan proses pengembangan diri perlu dilakukan untuk berani memilih jalan hidup berdasarkan nilai–nilai yang diyakini dan mau berbagi untuk sesamanya.

DAFTAR PUSTAKA
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan
           meraih hidup bermakna. Jakarta: Grafindo Persana.
Frankl, V.E. (1984). Man’s search for meaning. New York: Pocket Books.
Gunarsa, S.D (2000). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Izzo, J. (2008). Temukan lima rahasia sebelum mati. (Arif Subiyanto, penerj). Jakarta:
           Cahaya Insan Suci.
Safaria, T. (2008). Perbedaan tingkat kebermaknaan hidup antara kelompok pengguna
            NAPZA dengan kelompok non-pengguna NAPZA. Humanitas, 5 (1), 67-79.
Steger, M.F., Frazier, P., Oishi, S. & Kaler, M. (2006). The meaning of life
           questionnaire: Assesing the presence and search for meaning of life. Journal of
           Counseling Psychology, 53 (1). 80-93.
Suparlan (2001). Kesukubangsaan dan posisi orang Cina dalam masyarakat majemuk Indonesia. Jurnal 
           Antropologi Indonesia vol 23 no 58, hlm 13-20.
Suryadinata, L. (2003). Etnik Tionghoa, pribumi Indonesia dan kemajemukan: Peran negara, sejarah dan
           budaya dalam hubungan antaretnis. Jurnal Antropologi Universitas Indonesia
Susetyo, B.DP. (2002). Krisis identitas Cina di Indonesia. Psikodimensia no 2 vol 1 th 2001/2002
Wallace, W.A. (1993). Theories of personality: A basic issues approach. New York:
           Allyn & Bacon




Tidak ada komentar:

Posting Komentar