Kamis, 26 Januari 2012

Semiotika Foto Kampanye

ELECTION CHAMPAIGNE PHOTO SEMIOTICS
An Analisys of the  Election Champaign Photo at Kompas, February - March 2009

Kurnia Setiawan
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara

ABSTRAK
     Photography could be seen not as an image, but also as a ‘text’ (Graham Clarke). That’s why this research more deeply regarding with the content of the massages in the photos. This research uses Roland Barthes semiotic approach, especially in photography; studium and punctum Hopefully, this research can expand the perspective and develop the discourse in understanding photo as a visual communication. The research used the famous newspaper, Kompas in February - March 2009, on the issues about election campaign  in Indonesia.

PENDAHULUAN
     Fotografi memberikan warna tersendiri dalam tampilan sebuah berita. Kecenderungan manusia untuk melihat gambar, membuatnya lebih menarik perhatian dibandingkan teks tulisan. Menurut M. Dwi Marianto, melalui medium visual kontemporer seperti foto dan film, mereka dianggap mampu mereproduksi realitas dalam bentuk yang tidak termediasi dan terkesan tidak ada perbedaan antara image dan ‘realitas’ yang diwakilinya (Marianto, 2001; 258).
     Barthes dalam buku Camera Lucida mengatakan bahwa fotografi mempunyai kelebihan dibandingkan dengan film maupun televisi, ia adalah ingatan kolektif dunia. Ia mengabadikan sebuah peristiwa yang kemudian menjadi sebuah simbol sekaligus referensi yang tertancap di benak kita (Maksum, 2001; 2).
Pada pemilu tahun ini, foto - foto calon legislatif, pimpinan dan tokoh partai, bermunculan di ruang publik berusaha menarik perhatian masyarakat. Hal ini didukung dengan teknologi media cetak yang berkembang pesat dan banyaknya partai yang ikut serta dalam pemilu 2009. Hal ini menarik untuk diangkat karena pada saat itu terjadi pertarungan wacana di berbagai media yang begitu gencar dan beragam.   Setiap partai berlomba – lomba  menyajikan keunggulan partai atau calonnya menurut versinya masing – masing, tidak ada kecap yang nomor dua.
     Peristiwa pemilu 2009 banyak diangkat dengan berbagai versi, mulai dari analisis pesan kampanye, survey pra pemilu, sampai dengan spanduk – spanduk aneh para caleg.  Salah satu media yang dipakai sebagai sarana kampanye sejak dahulu sampai sekarang adalah melalui media massa (koran).  Melalui tulisan ini akan diangkat kampanye pemilu selama bulan Pebuari - Maret tahun 2009 dikoran Kompas. 
Kajian fotografi pada media massa meliputi nilai intrinsik fotografi itu sendiri (tekstual) dan juga secara kontekstual. Aspek kajian adalah kampanye dari partai Demokrat yang tampil pada media massa, Koran Kompas, Pebruari - Maret 2009.  Bagaimana partai Demokrat membahasakan kampanye mereka di media massa melalui bahasa visual (fotografi) ? Ada hal yang menarik dalam iklan – iklan partai Demokrat di Koran Kompas. Mereka memasang iklan paling sering dan mempunyai gaya/ pendekatan yang berbeda dari partai lain. Banyak partai umumnya memakai pendekatan ‘propaganda pas foto’; menampilkan tokoh partai berupa foto sebatas bahu dengan latar belakang bendera merah putih disertai logo/ lambang partai (Adityawan, 2009; 32).
     Bidang fotografi dan media massa mempunyai hubungan yang sangat erat dan dapat dikembangkan menjadi wacana penelitian ilmiah tersendiri. Penulisan  ini diharapkan dapat memperluas perspektif dalam memahami fotografi sebagai media komunikasi visual.
    Pendekatan memakai acuan semiotika Roland Barthes. Graham Clark dalam buku The Photograph mengatakan bahwa perlu disadari bahwa fotografi dapat dibaca bukan saja sebagai image, tetapi juga sebagai text (Clarke, 1997; 27). Foto bukan hanya merupakan cerminan dari realitas semata, melainkan terkandung di dalamnya sebuah pesan, yang di dalamnya terkandung suatu kode, nilai – nilai, kepercayaan, yang merupakan bagian dari kebudayaan secara keseluruhan dan hal itu dapat dibahas dalam sebuah diskursus mengenai fotografi.
     Barthes mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system) dari Saussure, antara petanda (signified) dan penanda (signifier). Ia membuat sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun  di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya yang kemudian disebut konotatif. Adapun sistem penandaan tataran pertama disebut denotatif (Kurniawan, 2001; 30).
     Dalam gambar atau foto, pesan denotasi adalah pesan yang disampaikan secara keseluruhan dan pesan konotasi adalah pesan yang disampaikan oleh unsur – unsur gambar. Denotasi dalam hal ini disebut juga analogon atau pesan tanpa kode, yaitu pesan yang sampai pada pada pengamat tanpa harus melakukan penafsiran. Pengamat melihat foto dan mengakuinya sebagai kenyataan (Sunardi, 2002; 160 - 161). Barthes menambahkan istilah studium, yaitu kesan keseluruhan, berkaitan dengan perasaan, kesan seorang pengamat dalam mengamati suatu karya foto yang tampil dalam bentuk kode – kode tertentu yang harus ditafsirkan dan kedua adalah punctum, yaitu detil kecil yang mencolok, sesuatu yang bersifat paradoks (Barthes, 2000; 26). Punctum bukan hanya menampilkan suatu detil atau  ‘bentuk’ tetapi juga suatu intensitas, menekankan sesuatu yang menjadi representasinya berkaitan dengan dimensi waktu.
     Pendekatan semiotic mempunyai kelemahan karena sebagai alat analisis tidak ada validitas yang dapat secara definitif penemuan yang diungkapkan dalam penelitian. Dalam semiotik seseorang berhak menafsirkan sesuatu sesuai pendapatnya sendiri yang tentunya harus didukung dengan dasar argumentasi dan penalaran yang logis. Sedangkan kelebihan dari metode semiotic adalah kemampuannya dalam membongkar tanda yang dipakai untuk memahami secara kritis mitos yang terselubung serta ideologi yang dipakai oleh suatu sistem penandaan. Hal tersebut didasari pemahaman bahwa setiap tanda mengandung banyak makna/ polisemi (Adityawan, 2008; 12 – 13).
     Penulisan ini menggunakan data, berupa foto – foto reproduksi dari Koran Kompas bulan Pebuari - Maret 2009.  Pembahasan foto difokuskan beberapa tampilan iklan berukuran 1 halaman (full page) dari kampanye partai Demokrat, mengingat mereka yang paling banyak memasang iklan di Kompas pada periode waktu tersebut. Selama bulan Pebuari – Maret 2009 untuk iklan 1 halaman, partai Demokrat memasang 6 iklan, partai Golkar 3 iklan, dan partai Gerindra 2 iklan. Ada juga partai – partai lain yang beriklan, tetapi hanya dengan ukuran kurang dari 1 halaman.

PEMBAHASAN
Gambar 2. Repro Foto. Iklan Kompas, 2 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di koran Kompas, 2 Maret 2009 bertema anti korupsi.  Di bagian atas ditampilkan Bapak SBY yang sedang melambaikan tangan, tersenyum dan berkata/ berteriak “Katakakan Tidak pada korupsi” (headline, ada teks yang dimuat dalam bidang elips/ balloon) dengan latar bendera merah putih. Pada bagian bawah, ditampilkan berbagai tokoh/ orang muda (7 orang) yang mendukung pernyataan tersebut dengan gaya populer; foto medium close up dengan gesture telapak tangan terbuka (seolah menolak), ekspresi berteriak/ berkata tegas ditambah teks “TIDAK”, dengan latar belakang warna warni.
Punctum
     Hal yang tampak janggal adalah tampilan foto SBY dengan teks “Katakakan Tidak pada korupsi”. Ada yang kurang sinkron, yaitu pesan yang berisi seruan dipadukan dengan foto SBY yang tampak kalem dan ramah, seolah dipaksakan. Berbeda dengan foto – foto orang muda di bagian bawah yang ditampilkan dengan ekspresif dan dinamis.
     Apabila dikaji lebih mendalam dalam aspek pemilihan model, perlu dipertimbangkan tampilnya putra SBY sebagai salah satu model pada iklan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan pemirsa. Apakah karena unsur rasa sayang orang tua kepada anak (ingin anaknya tampil) atau malahan memang sengaja ingin mempromosikan/ mengangkat figur anaknya ? Hal ini dapat pula ditafsirkan lain dalam konteks ideologi KKN; Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia. Bahwa SBY-pun mempunyai kecenderungan untuk memperioritaskan keluarganya berkaitan dengan kebijakan/ keputusan yang dipilih. Kecuali pemilihan figur tersebut karena pertimbangan obyektif, dianggap mempunyai reputasi dan kredibilitas publik yang baik sehingga akan mendukung kampanye yang dilakukan.

Gambar 5. Repro Foto. Iklan Kompas, 19 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di Koran Kompas, 18 Maret 2009 bertema tentang nasionalisme. Gambar utama adalah bendera merah putih yang dengan dipasang / ditegakkan untuk dikibarkan oleh sekelompok orang di atas bukit/ gundukan tanah, ditampilkan dalam bentuk siluet. Headline “Bersama Partai Demokrat dan SBY Indonesia semakin bersatu, aman, damai, dan sejahtera. Gambar dilengkapi caption dibawahnya “Kader Partai Demokrat terus berjuang menegakkan kedaulatan dengan menjaga keutuhan NKRI”. Foto SBY muncul di pojok kanan iklan yang membuat simbol segitiga dengan jari tangannya dengan latar belakang bendera merah putih.
Punctum
     Tampilan visual siluet sekelompok orang di atas bukit menegakkan bendera sangat mirip dengan pose para prajurit Amerika yang sedang menegakkan bendera Amerika di gunung Suribachi, Jepang. Foto tersebut sangat terkenal dan menjadi icon kemenangan Amerika atas Jepang. Bahkan sudah difilmkan tahun 2008 dengan sutradara Clint Eastwood, berjudul “Flag of Our Father” yang menceritakan kisah dibalik foto tekenal tersebut.
     Iklan tersebut tampil secara estetis dengan tata layout yang rapih dan visual yang kuat. Adapun kejanggalannya adalah pada pemilihan visual tersebut, terutama dengan mempertimbangkan sentiment anti Amerika (asing/ barat), yang kemudian semakin meruncing dengan isu anti neoliberal. Mengapa visual tersebut dipilih dari sekian banyak kemungkinan ? Apakah hanya mempertimbangkan aspek estetis dan kecocokan tema tanpa mempertimbangkan konteks sosial budaya ? Belum lagi dari segi kreativitas dapat saja dituduh sebagai peniruan/ tidak orisinil.

Gambar 6. Repro Foto. Iklan Kompas, 23 Maret 2009
Studium
     Iklan kampanye partai Demokrat di Koran Kompas, 23 Maret 2009 bertema Partai Demokrat, Partainya Kawula Muda “Mari Kita Dukung Terus”. Iklan ditampilkan dengan nuansa biru, ada 4 orang anak muda, 2 wanita dan 2 pria di dalam mobil warna biru dengan atap terbuka yang saling berhadapan – berbicara (ada teks dalam ellips/ balloon) dengan posisi tangan di atas membentuk simbol segitga dengan jari. Latar belakang gedung – gedung perkantoran dan ada billboard iklan Partai Demokrat dengan gambar SBY sedang melambaikan tangan dan tulisan Mari Kita Dukung Terus. Di pojok kanan atas iklan ada foto SBY yang membuat simbol segitiga dengan jari tangannya dengan latar belakang bendera merah putih.
Punctum
     Hal yang agak mengganggu adalah posisi model yang blocking (sebagian oyek tertutupi), mungkin karena pilihan lokasi  di dalam mobil dengan ruang terbatas. Pose model dengan jari membentuk segitiga terkesan artifisal bagi anak muda, tetapi hal yang perlu dikaji lebih mendalam adalah pemilihan model dan setting. Mengapa ditampilkan anak muda di mobil atap terbuka di dengan latar gedung perkantoran ? Apakah memang untuk menampilkan kawula muda golongan menengah atas atau karena unsur ketidaksengajaan. Perlu dicermati khalayak sasaran orang muda yang dibidik oleh Partai Demokrat, kerena persepsi yang muncul melalui iklan ini adalah Partai Demokrat, partainya kawula muda (anak orang kaya dan gaul).

PENUTUP
     Fotografi adalah semiotika konotatif menurut Barthes. Fotografer  memilih dan melakukan seleksi dalam merekam suatu peristiwa yang terjadi dari berbagai kemungkinan yang ada. Begitu pula dilakukan oleh desainer dalam menampilkan pesan melalui media. Adapun pemirsa mempunyai kebebasan untuk mengintepretasikan/ menafsir suatu pesan berdasarkan subyektifitasnya masing –masing.
     Berdasarkan hasil analisis beberapa iklan kampanye politik partai Demokrat di surat kabar Kompas pada bulan Pebuari – Maret 2009, dapat diperoleh beberapa kesimpulan :
1.    Fotografi selain merupakan media representasi realitas dapat pula dibaca sebagai teks yang dapat diuraikan lebih lanjut meliputi makna dan konteksnya.
2.    Iklan – iklan kampanye partai Demokrat ditampilkan dengan desain yang estetis dan tematik (mis. stop korupsi, nasionalis, kawula muda), tetapi ada kekurangan dalam hal pengolahan isi (content); pemilihan pose/ model/ setting.
3.    Figur SBY identik dengan partai Demokrat. Semua iklan Partai Demokrat pasti ada foto SBY di dalamnya, bahkan sampai tertulis secara eksplisit “Partai Demokrat, Partainya SBY”.
Saran 
1.    Perlu lebih jeli dalam memahami konteks yang sangat relevan dengan pemilihan obyek, pose/ pemilihan model, setting foto (tampilan visual) iklan – iklan tersebut. Ketidaktepatan pemilihan tampilan visual, dapat menyebabkan bias ataupun keliru persepsi dengan tujuan awal iklan tersebut dibuat.
2.    Pemilihan foto SBY dalam berbagai pose/ angle perlu lebih cermat, agar tampil dengan pas, tidak terjadi pengulangan berlebihan, dan menghindari ketidak sinkronan dengan tema yang ditampilan.

DAFTAR PUSTAKA
Adityawan, Arief. Propaganda Pemimpon Politik Indonesia; Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto.
               Jakarta : LP3ES,2008.
Adityawan, Arief. “Design and Propaganda.” Concept, edisi 28, 2009
Barthes, Roland. Camera Lucida. trans. Richard Howard. London: intage, 2000.
Barthes, Roland. Membedah Mitos – Mitos Budaya Massa; Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan
              Representasi, Yogyakarta : Jalasutra, 2007.
Clarke, Graham. The Photograph. New York: Oxford University Press, 1997.
Maksum, Zargoni dan Arief Sunarya. ” Menguak Belantara Foto Jurnalistik.” Fantasma, edisi III, Mei 2001.
Marianto, M. Dwi. ”Medium – medum Visual Kaitannya dengan Visual Literacy.” Jurnal Seni VIII/03.
              Yogyakarta.
Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Yogyakarta: Indonesia Tera. 2000.
Soedarsono, R.M. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Yogyakarta: Masyarakat Seni
              Pertunjukan Indonesia, 2000.
Sunardi, ST. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, 2002.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar